Minggu, 29 September 2013

KETIKA SHALAT

KETIKA SHALAT

0
Diriwayatkan dari sebagian isteri-isteri Nabi SAW bahwa suatu hari kami sedang asyik berbincang-bincang dengan beliau, begitu datang waktu shalat seakan-akan kami tidak saling mengenal dan satu sama lain sibuk dengan dirinya sendiri untuk menghadap Al-Haq.
Sayyidina Ali ketika sudah masuk waktu shalat tampak gelisah dan goncang, beliaupun ditanya oleh sahabatnya; “Ada apakah gerangan yang membuat anda gelisah dan risau?” Beliau menjawab; “Telah datang waktu amanat yang Allah tawarkan  kepada semua langit dan bumi namun mereka semua menolak untuk mengemban amanat tersebut.”
Dalam kondisi lain ketika siap untuk berwudhu wajah beliau berubah menjadi pucat. Hal ini ditanyakan oleh sahabat beliau dan dalam jawabannya beliau bersabda; “Tidakkah kau mengerti di hadapan siapakah aku akan berdiri?”
PARA SYUHADA MENSHALATI JENAZAH SAYYIDINA ALI
Orang-orang Romawi telah menawan beberapa muslimin, mereka dibawa menghadap raja Romawi, sang raja menawarkan kekufuran kepada mereka, namun mereka semua menolaknya. Sang raja memerintahkan punggawanya untuk memasukkan mereka ke dalam panci besar yang berisikan minyak zaitun yang sedang mendidih, dan sang raja menyisakan  satu orang dari mereka agar bisa menceritakan kepada orang-orang Islam lainnya tentang tragedi yang mereka alami.
Orang inipun bergegas menuju negara Islam, di tengah jalan ia mendengar suara derap kaki-kaki kuda, ia berhenti, dan ternyata suara tersebut datangnya dari kaki-kaki kuda kawan-kawannya yang dimasukkan ke dalam minyak yang mendidih itu, ia pun bertanya kepada mereka bagaimana hal itu terjadi.
Mereka menjawab : “Begitu Sayyidina Ali meninggalkan dunia yang fana ini, terdengarlah suara panggilan dari langit memanggil seluruh orang-orang syahid baik di daratan maupun di lautan sambil berkata : “Ketahuilah bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib telah syahid maka shalatilah jenazahnya.” Kami semua pun keluar dari kubur kami dan menshalati jenazah beliau, dan sekarang kami akan kembali lagi ke tempat kami semula.”
Tentunya harus diketahui, bahwa ini adalah kisah alam barzakh yang ditampakkan oleh Allah kepadanya.
SAYYIDAH MARYAM MENINGGAL DUNIA DALAM MIHRAB IBADAHNYA
Kebetulan pada hari itu, Nabi Isa as lama sekali tak kunjung tiba, hingga masuk waktu Isya’. Begitu beliau turun dari atas gunung sambil membawa sedikit tumbuh-tumbuhan untuk buka puasa ibundanya, ternyata beliau dapati ibunya sedang tidur. Ia berkata pada dirinya: “Alangkah baiknya apabila aku biarkan beliau sedikit beristirahat,” kemudian Isa as sibuk beribadah  hingga lewat sepertiga malam, ia melihat ibundanya masih tidur, dipanggilnya namun tak ada jawaban. Ia berkata lagi pada dirinya: “Biarlah beliau tidur”, iapun tidak berbuka hingga terbit fajar.
Nabi Isa as mulai diliputi kekhawatiran sebab ibunya tidak pernah tidur  begitu lama, didekatinya tubuh sang ibunda ternyata beliau telah tiada. Isa as meletakkan wajahnya di atas wajah ibunya sambil menangis dengan disertai oleh tangisan para malaikat. Jibril, Mikail, serta para bidadari surga turun ke bumi demi membantu Isa as dalam mengurusi jenazah ibunya.
Pada saat malaikat pencabut nyawa turun ke bumi untuk mencabut nyawa Maryam yang kala itu sedang berada dalam mihrab ibadahnya, ia berkata; “Salam sejahtera atasmu wahai Maryam yang selalu berpuasa dan menghidupkan malam.”
TIADA BANDING DALAM TAKWA DAN IBADAH
Sayyidah Zainab yang mendapat pendidikan dari langit ini merupakan salah seorang pembina manusia terbesar dan termasuk seorang ibu terpenting bagi masyarakat manusia – beliau tumbuh dalam pangkuan kenabian serta buaian imamah dan wilayah di tempat turunnya wahyu.
Dalam hal keutamaan manusiawi, beliau tiada tanding, begitu pula dalam hal kesabaran, zuhud, ketakwaan, kefasihan, keutamaan, ibadah, keterputusan mutlak dari makhluk (hanya bergantung pada Sang Mahakuasa), kemuliaan jiwa, serta karakter yang kuat.

Air Mata Kerinduan Uwais Al-Qarani Kepada Rasul SAW

Air Mata Kerinduan Uwais Al-Qarani Kepada Rasul SAW

0
Di negeri Yaman, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarani yang berasal dari kabilah Qaran. Uwais Al-Qarani mempunyai jiwa yang bersih dan mulia. Dia seorang yang pintar dan selalu melakukan pencarian makna hidup. Meskipun saat itu dia masih belum mengenal ajaran Islam yang mulia, dia sangat menghormati nilai-nilai mulia kemanusiaan. Di antara sikap dan perilaku Uwais yang paling menonjol sekali ialah penghormatan yang besar terhadap ibunya. Dia bersikap amat lemah-lembut kepada ibunya yang sudah tua dan dia amat mengerti tanggung jawabnya sebagai anak. Dia dapat merasakan kesulitan seorang ibu dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Oleh karena itu, dia melayani ibunya seperti seorang pelayan yang taat dan patuh. Uwais sama sekali tidak melupakan jerih payah ibunya.
Suatu saat, Uwais Al-Qarani mendengar kabar bahwa ada seorang nabi yang berhijrah dari kota Mekah ke Madinah dan sebagian dari masyarakat mengikuti ajaran nabi tersebut. Uwais dengan perenungannya, sampai kepada kesimpulan bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang benar-benar diutus oleh Tuhan karena perintah dan ajaran yang disampaikan beliau berlandaskan kepada akal dan sesuai dengan nilai-nilai tinggi insani. Uwais mempercayai kenabian Muhammad SAW dan dia ingin sekali bertemu dengan beliau. Dia ingin melakukan perjalanan ke Madinah dan melihat sendiri keindahan hati Muhammad dari dekat. Tetapi, kondisi ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan membuatnya mengurungkan niatnya itu.
Berbulan-bulan lamanya Uwais memendam harapan dan impiannya tersebut. Sampai suatu hari, dia mengambil keputusan untuk menceritakan  keinginannya itu kepada ibunya. Uwais dengan sopan duduk di hadapan ibunya dan berkata, “Wahai ibu, aku tidak dapat menahan hati untuk bertemu dengan seorang lelaki yang telah diutus sebagai nabi. Engkau pun tahu bahwa anakmu ini tidak pernah berfikir tentang hal-hal selain dari kebaikan dan kebenaran. Jika ibu mengizinkan, aku ingin sekali pergi menemui Rasul Tuhan itu dari dekat.” Ibu Uwais yang amat terkesan melihat kesungguhan dan gelora keinginan anaknya untuk bertemu dengan Nabi, berkata, “Wahai anakku, aku izinkan engkau untuk pergi ke Madinah, tetapi aku minta supaya setelah engkau bertemu dengan Nabi segeralah engkau pulang ke Yaman dan janganlah engkau berlama-lama di sana.”
Dengan penuh gembira, Uwais menerima permintaan ibunya itu dan dia pun melakukan perjalanan untuk pergi ke Madinah. Meskipun perjalanan begitu jauh dan menyulitkan, namun semangat dan keinginannya yang besar untuk bertemu Nabi menyebabkan dia merasa begitu gembira hingga tidak merasa lelah dalam perjalanan. Siang dan malam dia tempuh perjalanan tanpa menghiraukan kesulitan dan kelelahan yang menderanya. Akhirnya, sampailah Uwais Al-Qarani ke kota Madinah. Dengan tidak sabar lagi, dia bertanya ke sana kemari untuk mencari Nabi Muhammad. Tetapi, berita yang didapatkannya amat mengecewakan. Orang-orang Madinah memberi tahu Uwais bahwa Nabi sedang keluar dari kota untuk beberapa hari.
Begitu Uwais mendengar berita ini, dia mengeluh panjang dan terduduk di atas tanah. Segala kelelahan terasa menimpa seluruh tubuhnya. Sedemikian besar rasa kecewa yang menyelubunginya sehingga dia menangis sejadi-jadinya. Orang-orang membujuknya dengan mengatakan bahwa dia bisa tetap tinggal di Madinah dan menjadi tamu mereka sampai Rasulullah kembali dari perjalanannya.
Tetapi Uwais berkata bahwa dia mempunyai seorang ibu tua yang sedang menanti kepulangannya. Uwais mengambil keputusan untuk segera pulang ke Yaman meskipun dia belum berhasil menemui Nabi, demi melaksanakan janjinya kepada sang ibu. Dia berkata kepada para sahabat dan keluarga Nabi, “Aku terpaksa pulang ke Yaman. Aku minta pada kalian, jika Rasulullah pulang, sampaikanlah salamku kepadanya.”
Beberapa hari kemudian Rasulullah SAW pulang ke Madinah. Ketika beliau mendengar kisah Uwais, beliau memujinya dan berkata, “Uwais telah pergi, namun cahayanya tetap tinggal di rumah kami. Angin sepoi dan aroma wewangian surga bertiup ke arah Yaman. Wahai Uwais! Aku juga ingin sekali menemuimu. Sahabatku, siapapun di antara kalian yang bertemu dengan Uwais, sampaikanlah salamku kepadanya.”
Dalam sejarah dikatakan bahwa memang Uwais tidak pernah dapat bertemu dengan Rasulullah. Tetapi, karena pengorbanan yang telah dilakukannya buat ibunya, namanya tercatat abadi dalam sejarah.
Rasulullah SAW dan Shalat Malam
‘Atha’ bin Abi Rayyah berkata: “Suatu hari aku pergi ke rumah Aisyah, aku bertanya kepadanya tentang perbuatan Nabi yang manakah yang paling menakjubkannya sepanjang hidupnya?” Ia menjawab: “Semua perbuatan Rasulullah sangatlah menakjubkan, namun dari semua perbuatan beliau yang menakjubkan itu adalah suatu malam ketika beliau sedang beristirahat, tiba-tiba beliau bangkit dari tempatnya lalu mengambil air wudhu dan mendirikan shalat. Dalam shalatnya air mata beliau mengalir dengan deras sekali sehingga baju  yang beliau kenakan basah karena tetesan air mata beliau, kemudian beliau bersujud dan begitu derasnya tetesan air mata beliau sehingga tanah pun basah karena air mata beliau, hal itu berlangsung hingga tiba waktu subuh.”
Ketika Bilal shalat subuh bersama Nabi dan melihat beliau menangis dalam shalatnya, ia bertanya: “Mengapa anda begitu menangis, bukankah anda telah terliputi oleh kasih sayang Allah?” Beliau menjawab: “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Tidak Boleh Melalaikan Shalat Awal Waktu
Ibnu Abbas berkata: Terkadang Sayyidina Ali Kw ketika bertempur melawan musuh  melihat ke langit, kemudian melanjutkan peperangannya, dan kembali melihat ke atas langit.
Seseorang bertanya kepada beliau: “Kenapa kamu melihat ke langit?” Beliau menjawab: “Karena saya tidak mau kehilangan shalat awal waktu.”
Ibnu Abbas berkata: “Sekarang ini anda sedang berperang.” Beliau menjawab: “Tidak boleh melalaikan shalat awal waktu.”
Fatimah Az-Zahra Manusia Paling Taat Beribadah
Beliau juga seperti ayahanda serta suaminya adalah manusia yang paling taat beribadah, begitu asyiknya dan tak kenal lelahnya beliau beribadah hingga kaki beliau membengkak seperti ayahanda  dan sang suami.
“Tiada seorangpun dalam umat ini yang lebih taat beribadah dari pada Fatimah, ia sering beribadah hingga membengkak kedua kakinya.”
Imam Husain berkata: “Suatu malam aku lihat ibuku sibuk beribadah hingga terbit fajar.”

MUKJIZAT RASULULLAH

MUKJIZAT RASULULLAH

6
KISAH 1
MUKJIZAT RASULULLAH
Seorang Arab badui (tinggal di padang pasir) berhasil menangkap seekor rusa dan mengikat lehernya, lalu membawanya ke Madinah. Rasulullah SAW yang berada di luar kota Madinah mendengar suara panggilan, “Wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun beliau tidak melihat seorang pun. Untuk kedua kalinya, beliau mendengar panggilan itu. Beliau pun menoleh, namun beliau tak melihat orang yang memanggilnya. Akhirnya beliau melihat seorang Arab badui sedang membawa seekor rusa. Beliau tahu bahwa panggilan itu berasal dari rusa tersebut.
Rasulullah mendekati rusa itu dan bertanya, “Apa keperluanmu?” Rusa itu menjawab, “Saya punya dua anak yang masih menyusui dan berada di balik gunung itu. Saya berharap sudilah kiranya Anda menjadi jaminan bagi kebebasanku, agar aku dapat pergi menyusui mereka dan kembali lagi.” Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau pasti akan kembali?” Rusa menjawab, “Jika saya tidak kembali, semoga Allah menyiksaku dengan siksaan orang-orang yang memakan riba.”
Lalu Rasulullah SAW membicarakan soal pembebasan rusa dengan Arab badui itu. Ia menerimanya. Rasulullah melepaskan rusa itu dan langsung berlari ke balik gunung demi menemui anak-anaknya. Selang beberapa jam, rusa itu kembali.
Kejadian ini membuat Arab badui tersadar. Ia berkata kepada Rasulullah SAW, “Saya akan memenuhi apapun yang Anda inginkan.” Rasulullah SAW bersabda, “Lepaskanlah rusa ini.”
Arab badui itu melepaskan sang rusa dan berlari ke padang pasir seraya berkata, “Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan selain Tuhan yang Maha Esa, dan engkau (Hai Muhammad) adalah utusan Allah.”
KISAH 2
BEBAN DERITA KEMATIAN
Nabi Yahya as putera Nabi Zakaria as adalah nabi yang hidup semasa Nabi Isa as. Ia amat dekat dan bersahabat dengan Nabi Isa as. Nabi Yahya meninggal dunia. Selang beberapa waktu, Nabi Isa as berziarah ke kuburnya dan memohon kepada Allah untuk menghidupkannya kembali. Doanya terkabul. Nabi Yahya hidup kembali dan keluar dari liang kubur. Ia berkata kepada Nabi Isa as, “Apa yang engkau inginkan dariku?” Nabi Isa as menjawab, “Aku menginginkan sebagaimana engkau di dunia dekat denganku. Sekarang engkau juga dekat denganku dan menjadi sahabat karibku.”
Nabi Yahya as menjawab, “Sampai saat ini, rasa pedih dan pahitnya kematian, masih belum lenyap dariku, dan engkau menginginkan aku kembali lagi ke dunia. Itu sama saja engkau menginginkan agar sekali lagi aku merasakan pedih dan pahitnya kematian.” Saat itu juga ia meninggalkan Nabi Isa as dan masuk kembali ke liang kubur.
KISAH 3
BERSYUKUR KEPADA ALLAH
Pada suatu hari, Syaikh Abu Said (seorang ‘urafa’ yang wafat pada 440 Hijriah) melintasi jalan bersama murid-muridnya. Seorang wanita tiba-tiba melemparkan sejumlah abu dari atas rumah. Sebagian abu itu mengenai pakaian Syaikh Abu Said. Namun Syaikh tidak gusar karenanya. lain hal dengan para muridnya yang jengkel dan hendak memaki wanita itu.
Syaikh Abu Said berkata kepada para muridnya itu, “Tenang! Seorang yang layak dilempar api, namun hanya dilempar sedikit abu saja, sungguh layak bersyukur.”
Mereka terkesima oleh nasihat itu dan mengurungkan niat untuk membalas si wanita itu, lalu kemudian melanjutkan perjalanannya.
KISAH 4
MENJAGA DAN MEMELIHARA PERBUATAN BAIK
Sekelompok orang mendatangi Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW menghadap mereka dan bersabda, “Barangsiapa mengucapkan ‘subhanallah’, Allah akan menanam untuknya sebatang pohon di surga. Dan barangsiapa mengucapkan ‘alhamdulillah’, Allah juga akan menumbuhkan sebatang pohon di surga. Dan barangsiapa mengucapkan ‘laa ilaha illallah’, Allah juga akan menumbuhkan baginya sebatang pohon di surga.”
Seorang Quraisy berkata, “Kalau begitu, kita akan memiliki banyak pohon di surga, karena kita sering mengucapkan kalimat itu.”
Rasulullah SAW bersabda, “Ya, tapi jangan sampai kalian mengirim api padanya dan membakar (semua)nya, karena Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah kamu merusakkan pahala amal-amal kamu sekalian.”(Muhammad : 33).
KISAH 5
NASIHAT RASULULLAH SAW
Seorang lelaki menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Ajarilah aku.” Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah engkau tidak mengharapkan apa-apa yang ada di tangan manusia, sesungguhnya itu adalah kekayaan nyata.”
Ia berkata, “Tambahkan lagi, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW bersabda, “Hindarilah rasa tamak, sesungguhnya itu adalah kefakiran yang nyata.”
Ia berkata, “ Wahai Rasulullah, tambahkan lagi.” Rasulullah SAW bersabda, “Kalau engkau menginginkan suatu perkara, maka pikirkanlah akibatnya. Sekiranya itu berakibat baik dan (memberi) petunjuk, laksanakanlah, dan sekiranya itu berakibat kesesatan, tinggalkanlah.”
KISAH 5
RASULULLAH SAW DAN SEORANG PEMUDA DIAMBANG MAUT
Rasulullah SAW mendengar kabar bahwa seorang pemuda muslim tengah menghadapi sakaratulmaut. Segera beliau menemuinya dan berdiri di sampingnya. Beliau SAW menuntun pemuda itu untuk mengucapkan, “La ilaha illallah”. Namun lidahnya kelu sehingga tak mampu mengucapkan kalimat tahlil itu. Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah pemuda ini masih memiliki ibu?”
Seorang wanita yang hadir di situ menjawab, “Ya, aku ibunya.” Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau ridha terhadap anakmu?” Sang ibu menjawab, “Ya, kurang lebih selama enam tahun aku tidak lagi bertegur sapa dengannya.” Rasulullah SAW kembali bertanya, “Apakah sekarang engkau telah ridha terhadap anakmu?” Sang ibu menjawab, “Allah merasa ridha atas keridhaanmu, wahai Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada pemuda itu, “Ucapkanlah, la ilaha illallah.” Pemuda itu mengucapkannya dengan lancar. Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang sedang engkau lihat?” Sang pemuda menjawab, “Saya melihat di atas kepala saya seorang lelaki hitam berwajah buruk mengenakan pakaian berbau busuk yang amat menyengat hidung sehingga membuat saya sulit bernafas dan leher saya terasa dicekik.” Rasulullah SAW bersabda, “Ucapkanlah, Wahai yang menerima yang sedikit dan memaafkan yang banyak, terimalah yang sedikit dariku, dan maafkanlah aku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ya man yaqbalu al-yasir wa ya’fu an al-katsir, iqbal minni al-yatsir wa’fu anni al-katsir, innaka Anta al- Ghafur al-Rahim).
Sang pemuda membaca doa ini. Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Sekarang apa yang engkau lihat?” Sang pemuda menjawab, “Saya melihat lelaki hitam dan berbau busuk itu telah pergi, dan seorang yang tampan berbau harum dan mengenakan pakaian nan indah datang dan berada di samping bantal saya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Ulangilah membaca doa itu (ya man yaqbal al-yasir …).” Lalu si pemuda mengulang kembali bacaan doa itu. Setelahnya, Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang sedang engkau lihat?” Sang pemuda menjawab, “Saya melihat pemuda tampan itu siap merawat saya.” Setelah mengucapkan kata-kata ini, ia pun menghembuskan nafas yang terakhir.

TENTANG TAKDIR

TENTANG TAKDIR

0

Ashbagh bin Nabatah menceritakan, bahwa setelah perang shiffin, Ali bin Abi Thalib kembali ke Kufah. Pada suatu hari, beliau tengah duduk bersama sahabat-sahabatnya dalam sebuah majelis. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki tua yang bertanya, “Apakah kepergian kita untuk berperang melawan orang Suriah merupakan takdir Allah?” Ali menjawab, “Demi Allah yang telah memilah benih untuk tumbuh dan menciptakan manusia, tidak ada langkah yang kita lakukan dan tidak ada gerakan dari kita melainkan terjadi karena qadha (keputusan) dan qadar (ketentuan ukuran) Allah.”
Kembali laki-laki tua itu berkata, “Atas dasar ini, berarti penderitaan yang saya rasakan dalam perang merupakan kehendak Allah dan saya takkan mendapatkan pahala apapun?!”
Ali menjawab, “Diamlah! Allah tentu akan menganugrahkanmu pahala yang besar atas perjalanan yang anda lakukan. Tak ada paksaan dalam tindakan (dari Allah) ketika anda ke medan perang atau kembali darinya.”
Laki-laki tua itu lagi-lagi berkata,”Bagaimana bisa demikian, padahal semua gerakan kita disebabkan qadha dan qadar Allah?”
Ali mengatakan, “Celakalah anda! Anda menganggapnya takdir yang terakhir dan tak terelakkan (yang menurutnya kami telah dipastikan akan bertindak). Apabila demikian adanya, niscaya pahala dan hukuman tidak memiliki arti sama sekali dan janji dan peringatan Allah tidak punya makna sedikitpun. (sebaliknya) Allah yang Mahasuci telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk bertindak menurut kehendak bebas dan telah memperingatkan serta mencegah mereka (dari kejahatan). Dia (Allah) telah membebankan kewajiban-kewajiban ringan kepada mereka, bukan kewajiban-kewajiban berat. Dia memberikan (pahala) kepada mereka yang banyak sebagai imbalan atas amal perbuatan yang sedikit.
Dia tidak ditaati bukan lantaran Dia dikalahkan. Dia tidak ditaati dengan cara memaksa dia tidak mengutus seorang nabi hanya sekedar main-main. Dia tidak menurunkan kitab bagi manusia tanpa tujuan. Dia tidak menciptakan langit, bumi dan segala isinya dengan sia-sia. Allah SWT berfirman:“Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”(QS. Shad: 27)
Laki-laki tua itu kembali bertanya , “Jadi apa Yang dimaksud dengan qadha dan qadar?” Ali menjawab,”Qadha dan qadhar berarti perintah Allah.” Lalu beliau membacakan ayat yang berbunyi,“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.”(QS.Al-Isra’:23)
Berdasarkan ayat ini maka qadha dan qadar adalah perintah dan hukuman Allah. Kemudian laki-laki itu memahami apa yang disampaikan Amirul Mukminin dan merasa puas dengan jawaban yang didengarnya.
BERJUANGLAH UNTUK KEBENARAN
Dalam perang uhud, ada seorang pemuda yang berkebangsaan Iran yang berada dalam barisan pasukan muslimin. Setelah merobohkan salah seorang dari kaum musyrikin dengan sambaran pedangnya, dengan bangga dia berkata, “Rasakan kerasnya pukulanku! Aku adalah seorang pemuda Persia.” Rasulullah SAW menyadari bahwa jika ucapan pemuda Persia yang meniupkan semangat kebangsaan itu dibiarkan dan tidak diluruskan, maka hal itu akan dapat membangkitkan fanatisme golongan kepada para pejuang yang lain. Kepada pemuda itu Rasul SAW berkata, “Mengapa tidak kau katakan saja, akulah pemuda anshar?”

KENALI SIAPAKAH HABIB DAN AHLUL BAIT. DAN AHLUL KISA

KENALI SIAPAKAH HABIB DAN AHLUL BAIT. DAN AHLUL KISA

13 Maret 2013 pukul 13:18
Oleh Von Edison Alouisci
http://v-e-alouisci.blogspot.com


    Habaib atau Syarif dahulu kala disebut dengan panggilan Suna, yang dijuluki untuk Wali Songo khususnya di negeri Indonesia kita ini. Habaib adalah cucu keturunan Nabi Muhammad SAW dari anak putri Nabi Muhammad SAW yang bernama Sayyidatina Fatimah. Sebagaimana yang tertera di dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :
“Semua nasab itu dari laki-laki, kecuali nasab ku dari Fatimah putriku”
    Lalu dari hasil pernikahan Sayyidatina Fatimah dengan Sayidina Ali ra, lahirlah 2 orang putra yang bernama Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan dari keduanya memiliki keturunan sampai hari Kiamat. Dari garis keturunan Sayyidina Hasan yang dikenal keturunannya yaitu Tuan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, serta dari garis keturunan Sayyidina Husein seperti diantaranya disebut dengan Assegaf, Al Haddad, Al Idrus, Al Atthos, Syekh Abu Bakar dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka semua itu disebut dengan Habaib.
    Habaib adalah penerus mutlak cucu Nabi Muhammad SAW, Habaib di seluruh dunia ini diakui ilmunya yang rata-rata bermazhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan lebih banyak bermazhab kepada Imam Syafi’I, rata-rata beliau berasal dari Negeri Yaman. Ilmu-ilmu beliau banyak dan cepat diterima oleh masyarakat dunia, khususnya di negeri indonesia.

Di Hadromut (Yaman Selatan) kita mengenal Al Habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad, yang mana kitab karangan beliau ini banyak digunakan oleh para ulama dari seluruh penjuru dunia khususnya di Indonesia. Kitab karangan beliau yang sering kita jumpai dan kita kenal adalah Nasahdiniyah yang artinya nasihat-nasihat agama. Begitu banyak ilmu-ilmu Rosululloh SAW yang dikarang oleh para habaib yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits-hadits. Ketahuilah mencintai mereka para habaib adalah wajib dan haram hukumnya membenci mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
”Barangsiapa yang mencintai keluargaku maka wajib bersamaku di dalam syurga dan barang siapa yang membenci keluargaku maka haram baginya mendapatkan syafa’atku nanti di hari kiamat”

    Ingatlah mereka para habaib bagaikan bintang-bintang tanda aman ahli langit dan keluarga Nabi Muhammad SAW adalah tanda pangaman untuk ummatnya, maka kita tidak aneh bila ada para habaib pengikut mereka atau pencinta mereka makin bertambah di seluruh penjuru dunia karena mereka adalah karunia yang besar untuk ummat Nabi Muhammad SAW sebagai jalan menuju ridho Allah SWT dan tiada jalan yang lebih baik kecuali jalannya para habaib yang mengikuti kakek moyang beliau dan salaf-salaf beliau yang terpancar kebenarannya di muka bumi ini.


Sebutan/gelar habib di kalangan Arab Indonesia dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah AzZahra dan Ali Bin Abi Thalib. Habib yang datang ke Indonesia mayoritas adalah keturunan Husain bin Fatimah binti Muhammad. Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak menyandang sebutan ini.Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman . khususnya Hadramaut .Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah,ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar ini (disebut muhibbin) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib.


Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrlineal(keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad.


Para habib sangat dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad. Penghormatan ini sangat membuat gusar para kelompok anti-sunnah yang mengkait-kaitkan hal ini dengan bid'ah.

 Para Habaib (jamak dari Habib) di Indonesia sangatlah banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan akan agama islam. Sudah tak terhitung jumlah orang yang akhirnya memeluk agama islam ditangan para Habaib. Gelar lain untuk habib adalah Sayyid. Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan) disebut Syarif/Syarifah. Para habib terdapat pada golongan (firqoh) Sunni .

Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri (habib)


AHLUL BAIT

Ahlul-Bait (Bahasa Arab) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga.
Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Nabi Muhammad SAW). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Nabi Muhammad SAW dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga terkadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.

Istilah Ahlul Bait

Menurut golongan  Syi'ah

Kaum Syi’ah lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW yang hanya mencakup Ali dan istrinya Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.
Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
"Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."

Menurut Sunni /aswaja atau al jama`ah/pengikut aswadul adzom Rasulullah

Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang menyatakan bahwa ahlul bait Nabi Muhammad SAW mencakup pula istri-istri, mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya

Menurut Sufi dan sebagian Sunni

Kalangan Sufi dan sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Nabi Muhammad SAW yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut:
Yazid bin Hayyan berkata,
"Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat Rasulullah, kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai beliau, dan kau telah shalat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari Rasulullah!'"


"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"
"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari Rasulullah berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau bersabda, Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yaitu:) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau pengamalan Al-Qur'an). ) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)".

Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau Ahlul Baitnya?"
Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal beliau."
Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga Abbas."
Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
Jawab Zaid, "Ya''

Istilah Ahlul Kisa

Kaum Sufi yang memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga Ali bin Abu Talib k.w. dan Fatimah az-Zahra baik secara zhahir (faktor keturunan) dan secara bathin (do'a dan amalan) sangat mendukung keutamaan Ahlul Kisa. Tetapi, Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan hadits tsaqalayn. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu keluarga Ali, Aqil dan Ja'far (yang merupakan putra-putra Abu Thalib) dan keluarga Abbas (HaditsShahih Muslim dari Zaid bin Arqam). Dengan demikian kaum Sufi dalam hal kekhalifahan memiliki perbedaan tajam dengan kaum Syi'ah

Hadist Shahīh Ahlul Kisa

Shahīh Muslim, vol. 7, hal. 130

Aisyah berkata, "Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar rumah menggunakan jubah (kisa) yang terbuat dari bulu domba.Hasan datang dan kemudian Rasulullah menempatkannya di bawah kisa tersebut. Kemudian Husain datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah ditempatkan oleh Rasulullah di sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di bawah kisa dan berkata,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab [33]:33)

Sunan at-Turmudzi, Kitab al-Manâqib

Ummu Salamah mengutip bahwa Rasulullah SAW menutupi Hasan, Husain, Ali dan Fatimah dengan kisa-nya, dan menyatakan, "Wahai Allah! Mereka Ahlul Baitku dan yang terpilih. Hilangkan dosa dari mereka dan sucikanlah mereka!"
Ummu Salamah berkata, "Aku bertanya pada Rasulullah SAW, Wahai Rasul Allah! Apakah aku termasuk di dalamnya?" Beliau menjawab, "Engkau berada dalam kebaikan (tetapi tidak termasuk golongan mereka)."


Imam Turmudzi menulis di bawah hadits ini, "Hadits ini shahīh dan bersanad baik, serta merupakan hadits terbaik yang pernah dikutip mengenai hal ini.intaha

Semoga bermanpaat dan semoga dapat memahaminya.

Salam Ukhuwah bagi saudaraku Sunni.

By. Von Edison Alouisci


nb.silahkan copas.dan semoga saling manghargai.

Sabtu, 28 September 2013

KISAH HIDUP RABIAH AL-ADAWIYAH [ RABIATUL ADAWIYAH]

KISAH HIDUP RABIAH AL-ADAWIYAH [ RABIATUL ADAWIYAH]

Kisah HidupRabiah Al-Adawiyah
Gambar hiasan saja.
RABIAH BASRI atau lebih dikenali sebagai Rabiah al-Adwiyah adalah salah seorang wanita yang awal memeluk agama Islam. Dia telah meninggalkan segala-galanya yang bersifat duniawi dan mengabadikan sepenuhnya dirinya kepada ALLAH SWT.

Dia telah dilahirkan dalam sebuah keluarga yang miskin. Mempunyai empat orang adik beradik. Kelahirannya telah diliputi bermacam-macam cerita yang aneh-aneh.  Pada malam dia dilahirkan, di rumahnya tidak mempunyai apa-apa bahkan minyak untuk menyalakan lampu pun tiada. Malahan secebis kain untuk membalut dirinya apabila dilahirkan kelak juga tidak ada. Ibunya meminta ayah Rabiah supaya meminjam pelita minyak daripada jiran mereka. Ini merupakan cubaan bagi si ayah yang malang itu.

Sebelum itu ayahnya telah berjanji kepada ALLAH untuk tidak  meminta pertolongan dari sesiapa. Oleh kerana keadaan terdesak maka dia pun  pergi juga ke rumah jirannya. Sebaik saja tiba di rumah jirannya, dia terus mengetuk pintu rumah jirannya itu. Malangnya tiada jawapan pun dari dalam rumah itu. Dia berasa lega dan mengucap syukur kepada ALLAH kerana tidak ingkar pada janjinya.

Setelah itu dia pun pulang ke rumahnya dan terus tidur. Pada malam itu dia bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW telah memberikan tanda kepadanya dengan menyatakan bahawa anaknya yang bakal  dilahirkan itu telah ditakdirkan akan menduduki tempat paling tinggi di sisi ALLAH.

Tidak berapa lama setelah Rabiah dilahirkan kedua –dua ibu bapanya telah meninggal dunia, manakala ketiga-tiga orang kakaknya turut meninggal dunia akibat kelaparan yang ketika itu melanda Basra. Rabiatul kemudiannya dipelihara oleh seorang lelaki yang kejam. Dia telah dijual sebagai hamba dengan harga yang rendah. Majikannya juga bengis orangnya.

Dalam usia yang masih muda dia telah menghabiskan waktunya dengan melaksanakan segala perintah tuannya. Manakala sebelah malamnya dia sentiasa berdoa ke hadrat IIiahi.

Pada suatu malam, majikannya telah melihat tanda kebesaran rohani Rabiah iaitu ketika Rabiah berdoa kepada ALLAH  katanya: “Ya Rabbi ! Engkau telah menjadikan aku budak belian seorang manusia sehingga aku terpaksa mengabadikan diriku kepadanya. Seandainya aku bebas, pasti aku akan persembahkan seluruh waktu dalam hidupku ini untuk berdoa kepada-Mu”.

Tiba-tiba sebaik saja dia selesai berdoa, ternampak satu cahaya mendekati kepalanya. Melihat kejadian itu majikannya menjadi terlalu takut. Keesokan harinya Rabiah telah dimerdekakan.

Memperhambakan Diri
Setelah dibebaskan, Rabiah pergi ke tempat-tempat sunyi untuk menjalani hidup dengan  bertawaduk kepada Tuhan. Akhirnya dia sampai ke sebuah pondok dekat dengan Basra. Di situ dia hidup seperti bertapa. Segulung tikar, sebuah kendi diperbuat daripada tanah, seketul batu bata. Semuanya itu merupakan harta yang dimilikinya.

Di pondok itu keseluruhan waktunya digunakan untuk mengabdikan diri berdoa.  Pada suatu hari dia telah didatangi oleh sekumpulan orang bertujuan untuk meminangnya. Orang ramai itu adalah wakil kepada Gabenor Basra. Oleh kerana dia terlalu sibuk mengabadikan dirinya kepada ALLAH  maka diapun menolak pinangan itu.

Pada ketika yang lain Sufian Suri seorang soleh dan dihormati datang menemui Rabiah. Sebaik saja dia sampai dia terus berdoa: “Ya ALLAH  Tuhan Yang Maha Kuasa, aku mohon harta duniawi dariMu”. Mendengar isi doa itu, Rabiah pun menangis. Lantas Sufian Suri pun bertanya kenapa dia menangis, maka Rabiah pun berkata : “ Harta itu sesungguhnya didapati setelah meninggalkan segala yang bersifat duniawi ini, dan aku melihat anda hanya mencarinya di dunia ini saja”.

Menurut satu riwayat, ada seorang insan telah mengirim wang sebanyak empat puluh dinar kepada Rabiah, lantas dia pun menangis seraya mengangkat tangannya : “Engkau tahu Ya ALLAH ! Aku tidak pernah meminta harta dunia dari Mu, meskipun Engkau pencipta dunia ini. Lantas bagaimana aku dapat menerima wang dari seseorang, sedangkan wang itu sesungguhnya bukan kepunyaannya”.

Setiap kali dia mengajar muridnya dia sentiasa menasihati mereka agar jangan menunjukkan perbuatan baik itu kepada sesiapa pun, malahan mereka diharuskan menutupi  perbuatan baik itu sebagaimana mereka menutupi perbuatan jahat mereka.

Segala penyakit datangnya adalah atas kehendak ALLAH  kerana itu Rabiah selalu menghadapinya dengan hati  yang tabah dan berani.  Rasa sakit yang bagaimana pun tidak pernah mengganggunya. Dia seringkali tidak menyedari ada bahagian tubuhnya yang terluka sampai dia diberitahu oleh orang lain.

Suatu hari dia telah terlanggar pokok yang menyebabkan kepalanya berdarah, kemudian seseorang telah bertanya : “Apakah anda tidak berasa sakit?”.  Jawab Rabiah “Aku dengan seluruh jiwa ragaku mengabdikan diri kepada ALLAH SWT. Aku berhubung erat dengan-Nya, aku disibukkan-Nya dengan hal-hal lain daripada apa yang kamu rasakan”, jawabnya lembut.

Semasa hayatnya, banyak keajaiban telah dikaitkan dengan Rabiah. Antaranya, Rabiah mendapat makanan daripada tetamunya melalui jalan yang aneh-aneh.  Diriwayatkan bahawa, ketika Rabiah sedang menghadapi sakaratul maut, dia meminta teman-temannya meninggalkan dia seorang diri. Kemudian dia mempersilakan para utusan ALLAH datang kepadanya.

Sewaktu teman-temannya berjalan keluar mereka terdengar Rabiah mengucapkan syahadah, dan ada pula suara yang menjawab: “Jiwa, tenanglah, kembalilah kepada Tuhanmu, legalah, kembalilah kepada Tuhanmu, legalah hatimu pada-Nya, ini akan memberikan kepuasan kepadanya”.

Di antara doa-doa yang tercatat berasal dari Rabiah ialah doa yang dipanjatkannya pada waktu malam di atas atap rumahnya, katanya: “ Oh…Tuhanku, bintang-bintang bersinar bergemerlapan, manusia sudah tidur nyenyak dan raja-raja telah menutup pintunya, tiap orang bercinta sedang asyik dengan kesayangannya dan di sinilah aku bersendirian bersamaMu”.

Manakala doa lainnya :”Ya Rabbi, bila aku menyembahMu kerana takutkan neraka, bakarlah diriku di dalamnya. Bila aku menyembah Mu,kerana mengharapkan syurga jauhkan aku dari sana. Namun jika aku menyembah Mu hanya kerana Engkau, maka janganlah Engkau tutup keindahan abadiMu”.

Rabiah telah meninggal dunia di Basra pada tahun 801 Masihi. Dia telah dimakamkan di rumah tempat dia tinggal. Ketika jenazahnya diusung ke perkuburan, orang-orang soleh, para sufi dan orang-orang Islam turut mengiringinya dalam jumlah yang luar biasa ramainya.

Cintailah ALLAH kerana Dia mencintai kita, tunaikanlah perintah ALLAH kerana Dia akan mengadili kita, buatlah sesuatu yang dituntut semata-mata kerana ALLAH  sebab yang akan menilai setiap amal adalah ALLAH.

Apabila kita rapat dengan ALLAH maka sudah semestinya kita akan menjadi orang kesayangan ALLAH dan semua makhluknya, dan pada hari pengadilan nanti sudah tentu ALLAH tidak akan memberatkan pertanyaan ke atas hamba-Nya yang sangat takut kepada-Nya.

Ya Allah, jauhkanlah kami daripada fahaman-fahaman Yahudi, Nasrani dan fahaman-fahaman karut yang dapat menyesatkan kami, dan selamatkanlah kamu semua di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya akhirat itulaah tempat kami dann tujuan hidup kami”. Amin

BANTAHAN ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK


Dalil – dalil yang mereka kemukakan itu sefihak, namun telah muncul dalam fihak lainnya banyak teriwayatkan hal yang sebaliknya, sebagaimana dijelaskan bahwa Paman Nabi saw yang jelas – jelas menolak bersyahadat saat wafatnya.
Ketika ditanyakan pada Nabi saw :
ما أغنيت عن عمك فإنه كان يحوطك ويغضب لك قال هو في ضحضاح من نار ولولا أنا لكان في الدرك الأسفل من النار
“Apa yang kau perbuat untuk pamanmu Abu Thalib?, dahulu ia melindungimu, dan marah demi membelamu.., maka Rasul saw bersabda : “Dia di pantai api neraka, kalau bukan karena aku, niscaya ia di dasar neraka yang terdalam” (Shahih Bukhari Bab Manaqib pasal : Qisshah Abu Thalib hadits No.3594); (Shahih Muslim Bab Iman, pasal : syafaat Nabi saw Li Abi Thalib wattakhfiif hadits No. 308). (Hadits semakna pada Shahih Bukhari bab Adab pasal : Kunyah limusyrik hadits No.5740, Shahih Muslim Bab Al Hajj pasal : tahrimusshayd lilmuhrim)
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy :
وقال البيهقي في البعث صحة الرواية في شأن أبي طالب فلا معنى للإنكار من حيث صحة الرواية ووجهه عندي ان الشفاعة في الكفار انما امتنعت لوجود الخبر الصادق في أنه لا يشفع فيهم أحد وهو عام في حق كل كافر فيجوز أن يخص منه من ثبت الخبر بتخصيصه قال وحمله بعض أهل النظر على أن جزاء الكافر من العذاب يقع على كفره وعلى معاصيه فيجوز أن الله يضع عن بعض الكفار بعض جزاء معاصيه تطييبا لقلب الشافع لا ثوابا للكافر لان حسناته صارت بموته على الكفر هباء
“Berkata Imam Baihaqi didalam penjelasan riwayat masalah Abu Thalib : tiada makna pengingkaran karena telah shahih nya riwayat ini, dan bentuknya menurutku bahwa syafaat pada kafir terhalang sebagaimana sampainya kabar yang jelas dan benar, bahwa tiada yang bisa memberi syafaaat pada kafir seorangpun, namun ini adalah makna umum bagi semua kafir, dan boleh saja ada kekhususan darinya bagi siapa yang telah dikuatkan kekhususan baginya (Rasul saw),
Berkata sebagian mereka yang berpendapat bahwa balasan orang kafir daripada siksa adalah atas kekufurannya dan maksiatnya, maka boleh saja Allah mengurangkan sebagian dari siksa orang kafir, demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat, bukan karena pahala bagi orang kafir, karena pahalanya telah hapus karena kematiannya.” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 11 hal 431).
Perhatikan ucapan Imam : “demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat”, lalu bagaimana dengan ayah bunda Nabi saw…???
Bahkan Juga diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, Abu Lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, Syi’bul Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431)
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, mimpi Pendeta Buhaira atas kebangkitan Rasul saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw, demikian pula mimpi Ibunda Rasul saw yang Allah ilhami untuk memberi beliau saw nama “Muhammad”, tentunya mustahil nama Muhammad itu datang dari bibir musyrik.
Maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya, bahkan berkata Imam Ibn Hajar dan Imam Assuyuthiy: “perlu pertimbangan untuk memungkiri itu karena telah diriwayatkan dalam Shahih Bukhari”.
Karena memang shahih Bukhari adalah kitab hadits tertinggi dan terkuat dari semua kitab hadits, dan Imam Bukhari digelari Sayyidul Muhadditsin (Raja para Ahli Hadits), gelar ini dikatakan oleh Imam Muslim yang kaget ketika melihat Imam Bukhari dapat menjawab dengan mudah permasalahan yang tak bisa dipecahkan olehnya, maka berkata Imam Muslim : “Izinkan aku mencium kedua kakimu Wahai Guru para Guru Ahli hadits, Wahai Raja para ahli hadits, Wahai Penyembuh hadits dari ilal nya..!”. (ilal adalah kesalah fahaman kesalah fahaman)
Dengan kejelasan diatas, bila Abu Thalib yang hidup di masa Nabi dapat syafaat Rasul saw hingga teringankan siksanya, dan bahkan Raja semua kafir yaitu Abu lahab bahkan mendapat keringanan siksanya karena pernah membebaskan budaknya yaitu Tsuwaibah karena gembiranya menyambut kelahiran Nabi saw.
Maka bagaimana ayah bunda Rasul saw…?, yang melahirkan Nabi saw..?, dan mereka tak sempat hidup di masa kebangkitan Risalah Nabi saw dan tak sempat kufur dan menolak ajaran Rasul saw..,
Demikian pendapat sebagian ulama bahwa ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala, diantara Ulama yang berpendapat bahwa ayah bunda Nabi bukan Musyrik adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya,
Satu hal yang buruk pada jiwa para wahabi, adalah mengumpat Nabi saw dengan pembahasan ini, naudzubillah dari jiwa busuk yang mengumpat Rasulullah saw, menuduh bunda Nabi Kafir musyrik, lalu bagaimana bila hal ini tak benar?, sungguh kekufuran akan balik pada mereka.
Saudaraku, beribu maaf, bila Amir tak jelas apakah ayah ibunya muslim atau kafir, lalu Zeyd menukil 100 cara untuk menjelaskan pada orang banyak bahwa ayah dan ibunya Amir adalah musyrik dan kafir, bukankah berarti Zeyd memusuhi Amir?, Bukankah ini umpatan terburuk?, bukankah jelas jelas Zeyd mengumpat Amir?, Bukankah berarti ia musuh besar Amir?
Mereka berkata : Kami Taqlid pada para Mujtahid, ketahuilah Taqlid pada para mujtahid membutuhkan sanad, bukan taqlid pada buku.
Dan pendapat yang shahih dalam madzhab Syafii bahwa ayah bunda Nabi saw selamat karena tergolong ahlul fatrah, karena tak ada bukti bahwa mereka menyembah berhala.
Mengenai hadits : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah swt :
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al Baqarah :133).
Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya dan Ismail adalah paman Ya’qub, namun mereka mengatakan : “ayah ayah mu” namun bermakna : “ayahmu, kakekmu, dan pamanmu”, Karena dalam kaidah arabiyyah sering terjadi ucapan ayah adalah untuk paman, bila siksa, keringanan dan ampunan adalah urusan Allah, dan Allah meringankan Abu lahab, dan meringankan Abu Thalib yang jelas – jelas menolak bersyahadat, maka lebih – lebih ayah Bunda Nabi saw.
Berkata Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul hunafaa’ fi abaway mustofa, bahwa Riwayat hadits shahih muslim itu diriwayatkan oleh Hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits lain darinya hanya ini, dan riwayat hadits itu (ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan Hammad diingkari sebagai orang yang lemah hafalannya, dan ia terkelompok dalam hadits hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya dan Imam Bukhari tidak menerima Hammad, dan tak mengeluarkan satu hadits pun darinya,
Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain dari hammad kecuali dari tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda riwayat lain dari Muammar yang juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan tidak menyebut lafadh : “ayahku dan ayahmu di neraka”, tapi dikatakan padanya bila kau lewat di kubur orang – orang kafir fabassyirhu binnaar”, dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari hammad, sungguh hammad telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits – hadits nya banyak yang terkena pengingkaran,
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi : “ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma, maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yang menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yang menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I’tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)
Berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits lain yang lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yang lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 66),
Berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya Nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS. Al-Isra : 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yang juga oleh beliau).
Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari Ibrahim bin Sa’ad dari Zuhri dari Salim dari ayahnya yang berkata : “datanglah seorang dusun kepada Nabi saw (ya rasulullah inna abi kaana yasilul rraha wa kaana wa kaana..fa aina huwa?, qaala finnaar qaala : fa kaannahu wajada mindzalik faqaala: ya rasulullah fa aina abuuk?, faqaala saw haistu mararta fi qabr kafir fa bassyirhu binnaar, fa aslama a’rabiy ba’d faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma marartu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar)
Maka jelaslah bahwa Imam Muslim dan Imam Nawawi mengambil riwayat ini bukan bermaksud menuduh ayah kandung Nabi saw kafir, namun sebagai penjelas bahwa paman – paman Nabi saw ada banyak yang dalam kekufuran, karena menolak risalah Nabi saw, termasuk Abu Lahab.
Bahkan Abu Thalib pun dalam riwayat shahih Bukhari bahwa ia di Neraka,
Berkata Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy :
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda nabi di neraka, mereka di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman : “Sungguh mereka yang menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi Nya mereka dliaknat Allah di dunia dan akhirat, dan dijanjikan mereka azab yang menghinakan” (QS Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar tiadalah hal yang lebih menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka, dan sungguh telah bersabda Nabi saw : “Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat”.(Masalikul hunafa’ hal 75 li imam suyuti)
Adakah satu ucapan Imam Nawawi yang mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muttalib dan Aminah adalah musyrik penyembah berhala? Tidak ada.
Bahkan Nabi saw sendiri menjelaskan bahwa bahwa ayah – ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :
أنا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف بن قصي بن كلاب بن مرة بن كعب بن لؤي بن غالب بن فهر بن مالك بن النضر بن كنانة بن خزيمة بن مدركة بن إلياس بن مضر بن نزار وما افترق الناس فرقتين إلا جعلني الله في خيرهما فأخرجت من بين أبوي فلم يصبني شيء من سنن الجاهلية وخرجت من نكاح ولم أخرج من سفاح من لدن آدم حتى انتهيت إلى أبي وأمي ا فأنا خيركم نسبا وخيركم أب أخرجه البيهقي في دلائل النبوة والحاكم عن أنس رضي الله عنه
“Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar, tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yang terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”. (dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76.
Juga sabda Nabi saw : “Aku Nabi yang tak berdusta, aku adalah putra Abdul Muttalib” (Shahih Bukhari hadits No.2709, 2719, 2772, Shahih Muslim hadits No. 1776) bahkan hadits ini dirwayatkan pula oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim,
Bila Abdulmuttalib kafir, maka adakah nabi akan membanggakan kakeknya yang kafir dalam peperangan..? Dan Anda lihat pula dalam hadits ini ayah bermakna kakek. Beliau tidak berkata bahwa beliau putera Abdullah, tetapi beliau berkata, ”Aku adalah putra Abdul Muttalib”
Tentunya mengenai hal ini telah jelas, bahkan Paman nabi saw pun disyafaati oleh Rasul saw, demikian pula Abu Lahab sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Dan makna ayah dalam hadits itu adalah paman,
Demikian pula ucapan Nabi saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra di peperangan Uhud
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ أَبَوَيْهِ لِأَحَدٍ إِلَّا لِسَعْدِ بْنِ مَالِكٍ فَإِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ يَوْمَ أُحُدٍ يَا سَعْدُ ارْمِ فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي
Dari Ali kw, tiada pernah keudengar Nabi saw mengumplkan ayah bundanya untuk seseorang kecuali pada Sa;ad bin malik ra, dan sungguh aku mendengar beliau saw bersabda di hari Uhud : Panahlah wahai Sa’ad..!, jaminanmu ayah ibuku! (Shahih Bukhari hadits no.3753 Bab Maghaziy) “Rasul saw mengumpulkan aku dg nama ayah ibunya dihari uhud ..!” (Shahih Bukhari hadits no.3750 Bab Maghaziy)
Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari Bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash
Jelas sudah, mustahil Rasul saw menjadikan dua orang musyrik untuk disatukan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash ra, dan mustahil pula Sa’ad ra berbangga – bangga namanya digandengkan dengan dua orang musyrik.
Demikian kita lihat bagaimana saat saat kelahiran Nabi saw.. :
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang – bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang – benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang – benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi. Inikah wanita Musyrik..?, Kafir…?
Sabda Nabi saw : “Bila berkata seseorang kepada saudaranya wahai kafir, maka akan terkena pada salah satu dari mereka” (Shahih Bukhari hadits No.5754)
Maka kiranya siapa yang berani mengambil resiko menjadi kafir, silahkanlah ia menuduh ayah bunda Nabi saw sebagai kafir.
Dan pembahasan ini saya tutup bagi yang membantah namun tak bisa menyebutkan sanadnya kepada para Muhaddits, karena mereka yang tak memiliki sanad kepada Imam Imam itu maka hujjahnya Maqtu’, sanadnya terputus, dan fatwanya tidak diakui dalam syariah islam, maka ketika dua pendapat berselisih, yang lebih tsiqah dan Kuat adalah yang mempunyai sanad kepada Imam-Imam tersebut. Wallahu a’lam

Jumat, 27 September 2013

Misteri Black Hole dalam Al-Quran

Misteri Black Hole dalam Al-Quran

Oleh Ratna — Sabtu 23 Zulkaedah 1434 / 28 September 2013 01:58

black hole Misteri Black Hole dalam Al Quran
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun,” (QS. Al Isra’: 44).
PERNAH mendengar black hole? Bintang raksasa berbentuk lubang hitam yang mampu menyedot dan menyapu semua benda langit di sekitarnya. Black Holes atau lubang hitam bisa dibilang penemuan paling fenomenal di abad 20 di bidang astronomi. Sebelumnya, tak seorang ilmuwan yang pernah membayangkan bahwa di langit ada sejumlah bintang yang tampak mengerikan apalagi bintang itu memang tidak terlihat.
Black holes atau lubang hitam seperti definisi ilmuwan NASA adalah medan gravitasi sangat kuat. Akibatnya, benda-benda langit tersedot dengan intensitas tinggi tanpa terkecuali. Saking kuatnya, cahaya pun tidak bisa menghindar dari sedotan. Black hole terbentuk ketika sebuah bintang besar mulai habis usianya akibat kehabisan energi dan bahan bakar. Meski tidak terlihat, black hole memiliki magnet tingkat tinggi.
Fakta dan Angka
Mengenai bobotnya, Black Hole seberat bumi itu diameternya kurang dari satu sentimeter saja! Dan Black Hole seberat matahari itu diamenternya hanya 3 km. Subhanallah!
Black Hole ukuran sedang itu beratnya 10.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000 kilogram, atau 10 pangkat 31, dengan diameter 30 km saja. Ada banyak Black Hole di pusat galaksi kita dan galaksi-galaksi lain, dan satunya memiliki berat jutaan kali berat matahari. Diperkirakan jumlah black hole di alam raya ini jutaan bahkan ribuan juta.
Bagaimana Ilmuan Melihat Benda ini?
Bagaimana ia bisa dilihat sedangkan ia tidak mengeluarkan pancaran cahaya? Muncul pemikiran dari seorang peneliti bahwa Black Hole itu memiliki ukuran tertentu, dan ia berjalan di ruang angkasa. Ia pasti akan lewat di depan sebuah bintang sehingga cahayanya tertutup dari kita, seperti kejadian gerhana matahari. Setelah ide itu dilaksanakan dan terbukti benar, maka para ilmuwan sepakat bahwa cahaya bintang tersebut tertutup karena lewatnya Black Hole, sehingga mengakibatkan tertutupnya pancaran cahaya yang bersumber dari bintang tersebut. Hal itu terjadi selama jangka waktu tertentu, kemudian bintang tersebut kembali menunjukkan sinarnya.
Black Hole dalam Al Quran
Al Quran menyebutkan banyak fenomena alam raya dan benda-benda luar angkasa, bintang, planet, nama bintang, galaksi dan lain-lain. Sebelum mengklaim adanya fenomena black hole dalam Al-Quran, mari kita perhatikan ayat yang paling dekat untuk dikaji. Yakni di surat At-Takwir ayat 15-16.
“Aku bersumpah demi bintang tersembunyi. Yang bergerak cepat yang menyapu.”
Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan salah satu makhluk-Nya yakni bintang yang bernama atau memiliki tiga karakter. Pertama, khunnas (الْخُنَّسِ)yang tersembunyi dan tidak terlihat. Karenanya, setan disebut juga khannaas (الخناس) karena ia tidak terlihat oleh bani Adam. Ini persis yang disebutkan ilmuawan tentang karakter black hole yakni; invisible. Kedua, aljawaar (الْجَوَارِ) bergerak cepat dan sangat cepat. Ini karakter black hole kedua moves. Lafadl Al Quran tajri lebih perfect dibanding penjelasan ilmuan sebab kata ia bermakna bergerak cepat atau lari. Sementaramoves tidak menggambarkan bergerak dengan cepat.  Ketiga, al kunnas (الْكُنَّسِ) yang menyapu dan menelan setiap yang ditemuinya. Ini karakter black hole vacuum cleaner.
Kunnas berasal dari kanasa artinya menyapu, miknasah alat untuk menyapu. Kunnas bentuk jamak dari kaanis yang menyapu. Kunnas adalah shigat muntaha jumuk (bentuk jamak paling tinggi) dari bentuk tunggal kaanis.
Para ulama tafsir klasik menjelaskan makna khunnas al jawaril kunnas adalah bintang yang cahayanya tidak muncul di siang hari dan muncul di malam hari. Namun ini hanya penafsiran bukan makna sesungguhnya. Penafsiran paling sesuai dengan realitas alam raya adalah black holes.
Barangkali hal ini juga yang diisyaratkan oleh Al-Quran, “Apabila matahari digulung,” (QS. At Takwir: 1). [sumber: harunyahya/hasanalbana]

Sabtu, 21 September 2013

THARIQOH ALAWIYYAH - TAREKAT ALAWIYYAH

THARIQOH ALAWIYYAH - TAREKAT ALAWIYYAH


THARIQOH ALAWIYYAH
Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi yang bergelar Al alamatud dunya (penulis buku Ar-Rosyafat) pernah ditanya, “Apa dan bagaimana thoriqoh Bani Alawi (Sadah al Abiy ‘Alawiy) itu? Apakah cukup didefinisikan dengan ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah? Apakah di antara mereka terdapat perbedaan pendapat? Apakah thoriqoh mereka bertentangan dengan thoriqoh- thoriqoh yang lain?”
Beliau menjawab, “Ketahuilah, sesungguhnya thoriqoh Bani Alawi merupakan salah satu thoriqoh kaum sufi yang asasnya adalah ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah, puncaknya (ro’suha/intinya) adalah sidqul iftiqar (benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan syuhadul minnah (bersaksi bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Thoriqoh ini mengikuti (ittiba’) manshash [1] dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar (ushul) untuk menyegerakan wushul.
Jadi thoriqoh Bani Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum zhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang juga mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak diragukan, bahwa kedudukan manusia dalam agama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang-orang khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash: ilmu yang membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas. Demikian itulah jalan lurus (shirathol mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai rambut.
Sesungguhnya ilmu tasawuf tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi digunakan sebagai kendaraan untuk menghampiri Allah Ta’ala. Zhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam ber-tawajjuh kepada Allah Ta’ala dengan mengamalkan segala perbuatan yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya.
Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, menyingkirkan sifat-sifat hina dan tercela. Puncak tujuannya adalah untuk meraih kedekatan dengan Allah dan fath. Jalan ini mengajarkan seseorang untuk menyandang sifat-sifat mulia dan beramal saleh, serta mewujudkan (tahqaq) asrar, maqamat dan ahwal. Thoriqoh ini diwariskan oleh kaum sholihin kepada orang-orang saleh dengan pengamalan, dzauq dan tindak-tanduk, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah sebagaimana syairku dalam Ar-Rasyafat:
Orang yang menguasai semua ilmu syariat namun tidak merasakan manisnya makrifat maka dia lalai dan lelap dalam tidurnya
Takutlah kepadanya, seperti takutnya orangyang kebingunganketika menghadapi ancaman maut dan segalayang menakutkan
Makrifat diraih berkat curahan karunia Ilahiatau fathsetelah usaha sungguh-sungguh,bukan dari riwayat yang disampaikan makhlukdan buku,juga bukan dari tutur kata manusia.
Sungguh beruntung orang yang baik persiapannyadan hatinya bebas dari perbudakan makhluk-NyaPetunjuk akan menetap di benaknyaIa pun merasakan sepercik makrifat di hatinya
Sungguh sepercik (makrifat) dari gelas yang disegeltelah memenuhi hati dengan berbagai ilmu,melindungi pemahaman dari keraguandan membebaskan akal dari segala belenggu
Ketahuilah, thoriqoh Bani Alawi ini: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batinnya adalah men-tahqaq berbagai maqam dan ahwal. Adab thoriqoh ini adalah menjaga asrar, dan timbul ghirah jika asrar tadi diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin thoriqohnya adalah tahqaqul haqaqoh dan tajradut tauhid sebagaimana dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah.
Ilmu Bani Alawi adalah ilmunya kaum (sufi) dan rusam mereka menghapus rusam. Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga mengikat perjanjian (‘ahd), mengucapkan talqin, mengenakan khirqoh, menjalani kholwat, riyadhoh, mujahadah, dan mengikat tali persaudaraan. Mujahadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan nan lurus, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyad).
Dengan tawajuh yang sidq, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik.” (QS Al-Ankabut, 29:69)
Sumber thoriqoh Bani Alawi adalah thoriqoh Madaniyyah, yakni thoriqoh Syeikh Abu Madyan Syu’aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat thoriqoh Bani Alawi adalah Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi.
Thoriqoh ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqamat dan ahwal, dan merupakan thoriqoh tahqaq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan asrar. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumal, menyembunyikan diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka mengambil sikap demikian sampai zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar As-Sakran).
Setelah banyak yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan memberikan penjelasan. Alhamdulillah, muncullah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibratul Ahmar, Al-Juz-ul lathaf, Al-Ma’arij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup banyak dan masyhur.
Thariqah Para Salaf KitaDiambil dari Al-Maslak Al-Qarib, karya Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawi
Sesungguhnya thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah dari golongan sufi yang berdasarkan di atas:

·        Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bersumber dari para Sahabat yang mulia, Tabi’in dan para pengikut Tabi’in yang utama.
·        Mempelajari hukum-hukum yang wajib bagi setiap orang Muslim.
·        Mengikut jejak langkah Nabi SAW yang dapat diketahui melalui perilaku beliau.
·        Berpegang teguh pada syariah yang bersandarkan pada perbuatan dan ucapan yang baik dan terpuji serta mencegah agar tidak terpengaruh oleh pemikiran dan adat resam kebiasaan yang buruk.
Oleh yang demikian, perkara yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengikuti thariqah ini ialah:
·        Menuntut ilmu dengan didasari di atas dasar ketaqwaan
·        Mencegah diri agar tidak memperturutkan hawa nafsunya.
·        Mengikuti thariqah ini dengan sebaik-baiknya
·        Menjaga diri dalam menghadapi berbagai golongan dan berhati-hati dalam menghadapi berbagai ikhtilaf yang terjadi serta mengambil dari apa yang patut atau bermanfa’at untuk dirinya, sebab thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah yang amat mulia yang telah dibina oleh para Sa’adah Ba’alawi dari generasi ke generasi dan turun temurun dan seterusnya sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Oleh sebab itu, ramai di kalangan orang yang telah mendahului kita yang dapat sampai kepada darjat (maqam) ijtihad, bahkan tidak sedikit yang sampai kepada darjat tertinggi dari tingkat para wali iaitu darjat (maqam) As-Sidqiyyah Al-Kubra.
Begitulah keadaan mereka, selalu berjalan di jalur yang telah dilalui oleh para pendahulu mereka tanpa ada penyimpangan sedikitpun. Pada zahirnya mereka menjalankan ilmu-ilmu dan mengamalkannya, dan pada batinnya mereka sering berusaha memantapkan darjat pendekatan kepada Allah dan menjaga keadaan hati (Al Ahwaal). Sedangkan tingkah laku mereka adalah selalu menjaga keadaan-keadaan batin agar jangan sampai mengalami degradasi. Dan ilmu mereka adalah sesuai dengan yang diajarkan oleh para ulama.
Mereka tidak berkeinginan untuk menampakkan keadaan mereka yang sebenarnya. Tetapi mereka ingin selalu mendekatkan diri kepada Allah Taala dengan cara memberi wasiat yang baik kepada sesama manusia seperti bertaqwa kepada Allah. Mereka juga mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan banyak berzikir, memakai khirqoh (selendang yang biasanya dipakai oleh kaum sufi), berkhalwat (menghindarkan diri dari buruk tingkah laku untuk mendekatkan diri kepada Allah Taala). juga dengan bermujahadah (memerangi hawa nafsu).
Selain itu, mereka juga sering mengikat tali persaudaraan kerana Allah Taala. Cara mereka dalam bermujahadah adalah dengan membersihkan hati mereka dari segala sesuatu yang tidak baik, mempersiapkan diri untuk mendapatkan kurniaan-kurniaan dari Allah Taala, dan selalu berjalan di atas jalan yang telah mendapat petunjuk.
Di antara mereka, para Saadatuna Ba’alawi di dalam jalan dakwah mereka untuk mengajak manusia menyesuaikan diri dengan jalan yang mereka jalani ialah dengan cara mengadakan majlis-majlis ilmu. Selain dari itu, ada di antara mereka yang melakukan cara bercampur-gaul dengan masyarakat sambil menyebarkan dakwah mereka dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Mereka adalah suatu golongan yang siapapun bergaul atau berkumpul dengan mereka maka dia tidak akan tersesat atau merasa hina. Sedangkan orang yang memisahkan diri dari mereka baik orang tersebut dari golongan mereka atau tidak maka orang tersebut akan dikumpulkan nanti pada hari kiamat dengan orang yang mereka ikuti. Hal ini sesuai dengan hadith Nabi SAW bahawa seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang dicintainya pada hari kiamat.
Oleh yang demikian, kamu akan menyaksikan amalan-amalan yang telah mereka lakukan seperti mengerjakan amalan yang wajib dan meninggalkan segala bentuk hal-hal yang diharamkan. Mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan seluruh perbuatan yang disunnahkan oleh agama serta menjauhkan diri dari perbuatan yang makruh menurut syariat.
Bahkan mereka meninggalkan mubah (hal-hal yang boleh dilakukan) tetapi di dalamnya masih mengandungi syahwat.
Mereka menghiasi diri mereka dengan budi pekerti dan sifat-sifat yang luhur. Mereka menghilangkan diri dari segala sifat-sifat buruk dan aniaya sehingga nampaklah dari mereka karamah seperti mereka dapat mengetahui hal-hal yang ghaib dan sebagainya yang merupakan di luar jangkauan akal manusia biasa.
Sebenarnya mereka tidaklah menginginkan karamah yang luar biasa itu tampak dari mereka. Mereka merasa bahawa dengan beristiqamah dalam amalan mereka itu maka cukuplah hal itu adalah suatu karamah. Tetapi karamah mereka itu merupakan suatu bukti dari Allah Taala bahawa mereka inilah pewaris dan pengikut yang sempurna dari jejak Nabi Muhammad SAW.
Wahai saudaraku sekalian, berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk berjalan di atas thariqah yang mulia ini, kerana sesungguhnya untuk mengikutinya dengan sempurna memang amat sulit bagi orang awam kecuali bagi orang-orang yang telah dikurniakan oleh Allah Taala seperti para Auliya yang tinggi kedudukannya di sisi Alla Taala, sepertimana Rasulullah SAW bersabda:“Luruskanlah, dekatilah, gembirakanlah (perkara dakwahmu) dan ketahuilah olehmu sekalian bahawa sesungguhnya seseorang tidak akan masuk syurga disebabkan oleh amalannya, begitu juga aku, kecuali orang-orang yang Allah kurniakan rahmat dan keampunan-Nya” (H.R Imam Ahmad)
Diriwayatkan di dalam hadith Bukhari dan Muslim dari Sayyidatina Aisyah r.a. berkata (mengenai hadith tersebut di atas) iaitu “Dekatilah”, bahawa Rasulullah SAW tidak mengatakan kira-kiralah, sempurnakanlah, selesaikanlah suatu urusan itu sampai pada puncaknya. Hal itu disebabkan oleh terbatasnya manusia dalam melaksanakan suatu amalan. Oleh sebab itu, seseorang apabila mendekati suatu urusan, maka bagaimanapun juga dia akan mendapatkan balasan dari urusan itu.
“Ya Allah, berilah kami taufiq untuk mendapatkan keredhaan-Mu, dan jadikanlah kami orang yang Engkau cintai, dan berilah kenikmatan dari curahan rahmat-Mu. Amin…”
Barangsiapa yang ingin mengetahui keadaan orang-orang yang mempunyai silsilah emas (para Wali Allah) maka bacalah bagian akhir dari kitab Asaasul Islam, dan barangsiapa yang ingin mengetahui riwayat hidup mereka, silakan membaca kitab Kanzil Baraahin dan Masyrour Rawy.
Berkata Sayyidina Syeikh Soleh Al-Ja’afari dalam sya’irnya: Sesungguhnya jalan yang benar sangatlah mudah untuk dilalui,oleh orang yang mendapatkan nur Ilahi dalam perbuatan dan perkataannya.Mereka melihat jalan lurus terbentang di hadapan matanya,yang tidak ada lagi jalan yang lebih benar dari jalan itu.Jalan itu tidak akan didapati hanya dengan mengingat dan berfikir,atau dengan ajakan dan mengikut hawa nafsu untuk saling berbantahan.Tidaklah para penyeru ke jalan ini mendapatkannya,kecuali dengan hati yang bersih dan menghapus segala yang merosakkannya…
Thariqah Alawiyyah adalah suatu thariqah yang ditempuh oleh para salafus sholeh. Dalam thariqah ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah SAW.
Penjelasan di atas dinukil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.
Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa thariqah As-Saadah Bani Alawy ini diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya mereka menyampaikan thariqah ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, thariqah ini dikenal sebagai thariqah yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati.
Dari situlah dapat diketahui, bahwasanya thariqah ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Thariqah Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah, yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis dzikir dan adab. Dengan kata lain, thariqah ini mencakup hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal (antara sesama manusia).
Selain itu, thariqah ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah (Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari As-Saadah Bani Alawy pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadi ulama besar dan panutan umat di jamannya. Banyak pula dari mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan Allah, mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak dari para pendiri dan penerusnya, thariqah ini mampu mengatasi tantangan jaman dan tetap eksis sampai saat ini.

Intisari Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba’bud
Sesungguhnya asas thariqah para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah Al-Kitab dan As-Sunnah, dan yang menjadi bukti tentang itu semua adalah perjalanan hidup mereka yang diridhoi oleh Allah dan hal ihwal mereka yang terpuji. Secara garis besar, thariqah mereka itu adalah sebagai berikut :
·        Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya
·        Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat dapat mengingatkan diri kepada Allah.
·        Berakhlak dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan hal-hal yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut kebaikan.
·        Membiasakan diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah sesuai dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang disusun oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.
·        Ziarah kepada para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan yang penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan diri kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon (berbaik sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut bebas dari perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.

Menyingkap sifat-sifat aimmah Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
Mereka salafunas sholeh lebih cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup sederhana dan mereka puas dengan hal itu, padahal mereka adalah para aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy. Mereka sebagai pemimpin thariqah ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan yang mendesak.
Telah berkata salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani Alawy, “Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam sebagai panutan umat di jamannya. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang kita kenal sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai karomah. Hati mereka itu tenggelam dalam lembah cinta kepada Allah SWT. Disamping itu mereka mempunyai perhatian yang besar sekali terhadap kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Ihya’, Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka yang mencapai derajat Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi SAW).”
Kalau kita teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin berkhidmat kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu. Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin dari pasar, berjabat tangan kepada orang yang kaya dan yang miskin, para pejabat dan rakyat jelata. Oleh karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, “Barang siapa yang melihat salah seorang dari mereka, begitu menatap pandangannya kepada mereka, pasti akan merasa kagum akan keanggunan budi pekerti mereka.” Telah diuraikan oleh salah seorang ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa dalam diri mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.
Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i. Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bid’ah dan kerawanan lilitan harta duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani Alawy dan masih banyak lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau jejak mereka dan

Anjuran Kepada Putra-putri Alawiyyin
Dari para leluhur yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing kepada jalan yang penuh petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdullah bin Ahmad Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah, setelah menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, “Pintasilah jalan yang penuh cahaya sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin, supaya anda tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan pintasilah jalan hidayat dengan mengamalkan apa yang ada didalam kitab Bidayatul Hidayah.”
Berkata Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Ja’far bin Ahmad bin Zein Alhabsyi, “Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat harus diikuti tanpa dikurangi dan ditambahi. Para imam kita keluarga Bani Alawy telah melintasi jalur yang mulus dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk dirinya sendiri atau untuk putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan para datuk-datuknya yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia akan menemui kekecewaan dan kebinasaan.”
Mereka itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW. Mereka itulah orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau SAW.
Berkata Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada anaknya, “Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh mengikuti perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy, terlebih-lebih dari keluarga Bani Alawy. Bersungguh – sungguhlah dan bergiatlah dalam mengikuti perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.

Template by:
Free Blog Templates