TENTANG TAKDIR
Ashbagh
bin Nabatah menceritakan, bahwa setelah perang shiffin, Ali bin Abi
Thalib kembali ke Kufah. Pada suatu hari, beliau tengah duduk bersama
sahabat-sahabatnya dalam sebuah majelis. Tiba-tiba datanglah seorang
laki-laki tua yang bertanya, “Apakah kepergian kita untuk berperang
melawan orang Suriah merupakan takdir Allah?” Ali menjawab, “Demi Allah
yang telah memilah benih untuk tumbuh dan menciptakan manusia, tidak ada
langkah yang kita lakukan dan tidak ada gerakan dari kita melainkan
terjadi karena qadha (keputusan) dan qadar (ketentuan ukuran) Allah.”
Kembali
laki-laki tua itu berkata, “Atas dasar ini, berarti penderitaan yang
saya rasakan dalam perang merupakan kehendak Allah dan saya takkan
mendapatkan pahala apapun?!”
Ali
menjawab, “Diamlah! Allah tentu akan menganugrahkanmu pahala yang besar
atas perjalanan yang anda lakukan. Tak ada paksaan dalam tindakan (dari
Allah) ketika anda ke medan perang atau kembali darinya.”
Laki-laki tua itu lagi-lagi berkata,”Bagaimana bisa demikian, padahal semua gerakan kita disebabkan qadha dan qadar Allah?”
Ali
mengatakan, “Celakalah anda! Anda menganggapnya takdir yang terakhir
dan tak terelakkan (yang menurutnya kami telah dipastikan akan
bertindak). Apabila demikian adanya, niscaya pahala dan hukuman tidak
memiliki arti sama sekali dan janji dan peringatan Allah tidak punya
makna sedikitpun. (sebaliknya) Allah yang Mahasuci telah memerintahkan
kepada hamba-hamba-Nya untuk bertindak menurut kehendak bebas dan telah
memperingatkan serta mencegah mereka (dari kejahatan). Dia (Allah) telah
membebankan kewajiban-kewajiban ringan kepada mereka, bukan
kewajiban-kewajiban berat. Dia memberikan (pahala) kepada mereka yang
banyak sebagai imbalan atas amal perbuatan yang sedikit.
Dia
tidak ditaati bukan lantaran Dia dikalahkan. Dia tidak ditaati dengan
cara memaksa dia tidak mengutus seorang nabi hanya sekedar main-main.
Dia tidak menurunkan kitab bagi manusia tanpa tujuan. Dia tidak
menciptakan langit, bumi dan segala isinya dengan sia-sia. Allah SWT
berfirman:“Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”(QS.
Shad: 27)
Laki-laki
tua itu kembali bertanya , “Jadi apa Yang dimaksud dengan qadha dan
qadar?” Ali menjawab,”Qadha dan qadhar berarti perintah Allah.” Lalu
beliau membacakan ayat yang berbunyi,“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.”(QS.Al-Isra’:23)
Berdasarkan
ayat ini maka qadha dan qadar adalah perintah dan hukuman Allah.
Kemudian laki-laki itu memahami apa yang disampaikan Amirul Mukminin dan
merasa puas dengan jawaban yang didengarnya.
BERJUANGLAH UNTUK KEBENARAN
Dalam
perang uhud, ada seorang pemuda yang berkebangsaan Iran yang berada
dalam barisan pasukan muslimin. Setelah merobohkan salah seorang dari
kaum musyrikin dengan sambaran pedangnya, dengan bangga dia berkata,
“Rasakan kerasnya pukulanku! Aku adalah seorang pemuda Persia.”
Rasulullah SAW menyadari bahwa jika ucapan pemuda Persia
yang meniupkan semangat kebangsaan itu dibiarkan dan tidak diluruskan,
maka hal itu akan dapat membangkitkan fanatisme golongan kepada para
pejuang yang lain. Kepada pemuda itu Rasul SAW berkata, “Mengapa tidak
kau katakan saja, akulah pemuda anshar?”
0 komentar:
Posting Komentar