Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 23
Makna Kalimat Syahadah “Laa ilaaha illaa Allah”
Senin, 8 Juli 2013
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : مَنْ رأى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ ،
فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوْتُ إِلَّا
مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً (صحيح البخاري )
عن النبي صلى الله عليه وسلم : مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا
فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ
مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً ( صحيح البخاري )
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا
بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ
دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ
دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ
اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ
الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ
اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ
بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha
menyejukkan jiwa dan Maha menenangkan hamba dalam kesedihannya, Yang
Mampu menjadikan orang-orang yang tersiksa dapat tertawa, orang-orang
yang berada di penjara masih dapat tertawa, orang-orang fakir dan miskin
masih bisa seang dan bergembira, karena Sang Maha Penyejuk jiwa
memberikan kesejukan dalam jiwa-jiwa mereka yang dikehendakiNya agar
hati mereka menjadi tenang dan damai.
Dan jika Allah subhanahu wata’ala mencabut kesejukan dari dalam hati
seseorang maka sebanyak apapun harta yang ia miliki atau semakin
bertambah harta tersebut maka hatinya pun akan semakin bingung dan
resah, dan selalu merasa berada dalam keadaan yang sangat sempit dan
tersiksa, bahkan merasa lebih tersiksa daripada orang yang dipenjara,
dan sumber dari keadaan hati ini adalah Allah subhanahu wata’ala, semoga
Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Penyejuk jiwa senantiasa menyejukkan
jiwa kita dalam hari-hari di usia kita yang singkat, dimana tidak kita
ketahui masih tersisa berapa lama lagi kehidupan kita di dunia ini,
semoga usia kita dipanjangkan dalam rahmat dan ‘afiyah serta dilimpahi
dengan ketenangan jiwa, ketenangan jiwa dengan mengingat Allah subhanahu
wata’ala. Seorang professor dari Universitas Harvard menemukan penemuan
yang sangat menakjubkan, setelah ia melakukan penelitian sekian tahun
lamanya untuk metode ketenangan jiwa, ia tidak menemukan cara yang lebih
kuat untuk menenangkan hati kecuali mengingat Sang Pencipta, Allah
subhanahu wata’ala.
Penemuan yang menakjubkan ini semakin memperkuat iman kita, dan
karena hal ini bukanlah suatu yang baru bagi umat Islam, telah
dikabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala 14 abad yang silam dalam
firmanNya :
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ( الرعد : 28 )
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram”. ( QS. Ar Ra’d : 28 )
Siapa yang akan kita taati jika bukan Yang menciptakan sanubari kita,
kita tidaklah menciptakan sanubari kita sendiri, namun Allah subhanahu
wata’ala Yang menciptakannya, Yang Menciptakan sanubari tersebut
mengatakan bahwa ketenangan sanubari muncul dari mengingat Allah
subhanahu wata’ala . Adapun ucapan yang paling agung adalah ucapan “ Laa
ilaaha illaa Allah”, kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah. Oleh
karena itu Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam kitab Fath Al Bari
syarah Shahih Al Bukhari menjelaskan secara tegas sebab besarnya manfaat
dari kalimat agung ini, dimana tidak hanya diucapkan dengan lisan namun
juga didalami maknanya dengan keimanan, maka disunnahkan untuk
mengulang-ulangnya dengan mendalami kedalaman samudera maknanya,
sehingga kedalaman kalimat agung tersebut terdapat permulaannya namun
tidak ada akhirnya. Dimana permulaannya adalah syahadah “ Laa ilaaha
illaa Allah ”, yang kemudian iman meningkat dan hal ini merupakan
tanda-tanda kesejukan mengingat Allah telah terbit dalam sanubari,
sehingga keinginan-keinginan hina di dalam sanubari berjatuhan dan
berganti dengan tumbuhnya keinginan-keinginan mulia di dalam sanubari
karena cahaya nama Allah yang ada di dalam jiwa, mulailah terbit
keinginan untuk bersujud, terbit keinginan untuk berdoa, muncul
keinginan untuk meninggalkan kehinaan, muncul keinginan untuk berbuat
keluhuran, kedamaian, dan kesejahteraan, muncul keinginan untuk berbuat
baik bagi sesama, kesucian-kesucian itu terbit karena ketenangan jiwa
yang berawal dari ucapan “Laa ilaaha illaa Allah”, tangga-tangga
keluhuran inilah yang layak untuk kita jadikan semakin tinggi.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Pembahasan dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah kita masih membahas
kalimat syahadah “Laa ilaaha illaa Allah”. Dan hadits yang telah kita
baca berkaitan erat dengan wafat dalam puncak keluhuran (husnul
khatimah) atau wafat dalam kehinaan, dimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ رأى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ ، فَإِنَّهُ
لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوْتُ إِلَّا مَاتَ
مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang melihat suatu hal yang ia tidak sukai dari
pemimpinnya (muslim) maka bersabarlah, karena tidaklah seseorang yang
berpisah dari kelompok (muslimin) satu jengkal lalu ia meninggal,
kecuali ia meninggal dalam kematian jahiliyyah”
Sebagaimana orang yang telah melakukan shalat tarawih di malam hari ini
dan esok mulai berpuasa, karena berniat memisahkan diri dari kelompok
muslimin dan pemerintahan, jika ia wafat dalam keadaan tersebut dan
belum bertobat maka ia wafat dalam keadaan suul khatimah.
Kemudian hadits yang kedua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“ Barangsiapa yang membenci sesuatu dari pemimpinnya (yg muslim) maka
bersabarlah, karena sesungguhnya orang yang keluar dari (ketaatan)
kepada pemimpin sejengkal, ia meninggal dalam kematian jahiliyyah”l
Hal ini merupakan salah satu dari makna kalimat “Laa ilaaha illaa
Allah”, agar supaya kita wafat dalam syahadah “Laa ilaaha illaa Allah”,
bukan wafat dalam mengikuti hawa nafsu dan membenci pemerintah, bukan
berarti saya adalah antek pemerintah atau lainnya tetapi yang saya
sampaikan adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa suatu waktu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan keluar dengan sorban di kepala
yang bertetesan minyak dari obat-obatan, kemudian beliau berkata dan
memanggil kaum muslimin dan bersabda : “Jika ada diantara kalian seorang
pemimpin yang berbuat kebenaran dalam suatu kejadian, kemudian ia
berbuat kesalahan dalam kejadian yang lainnya, maka terimalah kebenaran
yang diperbuatnya dan maafkanlah kesalahannya, dan hendaklah orang
tersebut bersabar hingga berjumpa denganku di Haudh (telaga)”.
Oleh sebab itu ketika Al Imam Al Bukhari dikeluarkan dan diusir dari
Khurasan karena difitnah, dan para muridnya memintanya untuk menyangkal
dan menjawab fitnah tersebut, namun Al Imam Al Bukhari berkata dengan
menukil sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Setelah aku
wafat nanti akan timbul permasalahan dan perpecahan, maka hendaknya
kalian memilih persatuan dan janganlah saling membenci dan berpecah
belah dan hendaklah kalian bersabar sampai berjumpa denganku di telaga
(Haudh)”.
Mungkin diantara kita ada yang berkata : “Jadi kalau ada pemimpin
yang koruptor, kita diam saja?!”. Selayaknya kita melihat diri keadaan
diri kita sendiri sebelum melihat keadaan orang lain dimana kita semua
adalah para koruptor dihadapan Allah subhanahu wata’ala, berapa banyak
nafas yang Allah pinjamkan kepada kita namun kita pergunakan untuk
berbuat dosa, itulah diantara perbuatan korupsi kita. Maka janganlah
terburu-buru untuk menghakimi orang lain, barangkali di akhir kehidupan
mereka bertobat dan wafat dalam keadaan husnul khatimah, dan mengapa
kita harus sibuk mengurusi aib orang lain sedangkan aib diri kita
sendiri masih sangat banyak dan belum kita benahi.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata : “ Ingatlah aib-aib dirimu
sebelum mengingat aib orang lain, barangkali engkau pernah berbuat aib
yang lebih besar dari aib orang lain, atau mungkin aib orang tersebut
telah dimaafkan oleh Allah subhanahu wata’ala, namun belum memaafkan
aibmu”. Maka permasalahan para koruptor biarlah pihak yang berwenang
yang mengadilinya dan mereka pun kelak akan bertanggung jawab dihadapan
Allah subhanahu wata’ala, kelak aka nada siding akbar dan yang menjadi
saksi adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka
janganlah kita terlalu bingung atau repot dengan hal-hal yang seperti
demikian, lebih baik kita memikirkan bagaimana menjadikan hati atau
sanubari kita tenang untuk beriman kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita
bersyukur negeri kita dipimpin oleh seorang muslim, para menteri dan
pejabat-pejabatanya adalah mayoritas beragama Islam, dan negara kita
adalah negara muslimin terbesar di dunia. Oleh sebab itu saya menghimbau
kepada ormas-ormas Islam yang telah memahami atau telah sampai kepada
mereka kabar ini, dimana jika memisahkan diri dari kelompok muslimin
maka akan terancam wafat dalam keadaan suul khatimah, wafat dalam
kekufuran wal’iyadzu billah. Sungguh Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu
mencabut iman seseorang di saat ia dalam keadaan sakaratul maut, dimana
ketika itu ia tidak lagi mampu mengucap nama Allah subhanahu wata’ala,
jika demikian hal nya maka celakalah masa depannya yang abadi.
Berikut akan saya bacakan jawaban dari guru mulia Al Musnid Al Habib
Umar bin Salim Al Hafizh atas pertanyaan yang sampai kepada beliau :
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا
محمد وآله وصحبه أجمعين أما بعد فقد قال الله تعالى (فسألوا أهل الذكر إن
كنتم لا تعلمون).
إلى شعبة الفتوى بدار المصطفى بتريم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
ثلاث سنوات مضت نصلي عيد الأضحى مع المملكة العربية السعودية بأمر من
الدولة القمر المتحدة والحجة ذلك أن يوم عرفة فاليوم الثاني يكون عيد سواء
تقدمنا في رؤية الهلال أم لا وعلى هذا نجد المواطنين من يتبع القرار ومنهم
من يخالف فعيد الثاني بعد السعودية إلى اليوم لذلك نريد توضيح هذه المسألة
لأنها أصبحت عائقة وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم
السائل / قصي بن عبدالله / خطيب الجامع بمسامود في جزيرة هنزوان
الحمد لله وبعد فقد قدِم إلينا سؤال من الشيخ قصي بن عبدالله / خطيب الجامع
بمسامود في جزيرة هنزوان مفاده أن لهم ثلاث سنوات يصلون عيد الأضحى تبعا
للسعودية بأمر من الدولة القمرية نظرا للوقوف بعرفات سواء تقدموا في رؤية
الهلال أم لا ؟ وانقسم المواطنون إلى قسمين قسم يتابع السعودية وقسم
يخالفهم... فالجواب على ذلك : فإن المقرر في مذهب الإمام الشافعي ومالك
فيما روى عنه المدنيون لكل قطر رؤيته, فإذا رؤي الهلال في بلد وثبت عند
الحاكم لزم أهل البلد الصوم وإذا غُمّ عليهم أكملوا العدة ثلاثين, ومثل ذلك
شهر ذي الحجة وبقية الأشهر, ولا يتغير الحكم فيما لو كانوا متقدمين على
يوم الوقوف بعرفة أو متأخرين عنه لما سبق أن لكل قطر رؤيته, وذهب الإمام
أبو حنيفة وأحمد إلى تعميم الحكم بالرؤية في بلد إلى سائر البلدان, أما
البلدة التي يرى فيها الهلال ويثبت عند الحاكم فيترتب على ثبوته آثاره على
أهلها قطعا بلا خلاف .
ولا حرج في الأخذ بأي المذهبين لكن يجب التنبه أنه في بعض البلاد تقبل
الشهادة بالرؤية في حالة استحالة رؤية الهلال بقول عدد التواتر من أهل
الاختصاص والحساب القطعي مكتفين بوجود الهلال في الأفق ولا يخفى ما في
ذلك من تساهل متكرر, ولو رُوعِيّ في ثبوت الرؤية إمكانية رؤية الهلال عند
أهل الحساب لكان في الأمر سعة، لأنه أضبط وأقرب إلى الحقيقة والواقع والله
أعلم .
صادر عن شعبة الفتاوى بدار المصطفى بتريم للدراسات الإسلامية
18/ذو القعدة/1433هـ
Terjemahan :
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وآله وصحبه أجمعين أما بعد :
Allah subhanahu wata’ala telah berfirman :
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui
”
Kepada divisi fatwa Dar Al Musthafa di Tarim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dalam tiga tahun terakhir kami melakukan shalat Idul Adha bersamaan
dengan Kerajaan Saudi Arabia karena perintah dari Pemerintahan Komoro,
yang berlandaskan dengan wuquf di Arafah sehingga hari kedua setelah
wuquf adalah hari Idul Adha, baik kita telah melihat hilal ataupun
tidak, dari sini kami mendapati penduduk di wilayah kami hingga saat ini
diantara mereka ada yang mengikuti keputusan pemerintah dan ada juga
yang menyalahinya, yaitu dengan hari raya sehari setelah KSA. Oleh
karena itu kami meminta penjelasan akan hal ini yang telah menjadi
persoalan rumit di kalangan kami.
وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم
Penanya : Qushai bin Abdillah ( Khatib Masjid di Mutsamudu Kepulauan Anjouan)
Segala puji bagi Allah, waba’du :
Telah disampaikan kepada kami pertanyaan dari saudara Qushai bin
Abdillah, Khatib Masjid di Mutsamudu Kepulauan Anjouan, dimana telah
tiga tahun berlalu mereka melakukan shalat Idul Adha dengan mengikuti
KSA (Kerajaan Saudi Arabia) atas perintah dan keputusan dari
Pemerintahan Komoro, yang berdasarkan wuquf di Arafah baik mereka telah
melihat hilal atau pun tidak, sehingga penduduk terbagi menjadi dua
bagian, sebagian mengikuti keputusan pemerintah yaitu mengikuti KSA dan
sebagian lain menyalahinya.
Adapun jawaban dari perihal tersebut bahwa yang ditetapkan dalam madzhab
Al Imam As Syafi’i dan Al Imam Malik yang diriwayatkan oleh penduduk
Madinah yaitu bagi setiap negara/wilayah tergantung penglihatannya
terhadap hilal, jika hilal telah terlihat di suatu negara/wilayah dan
hal itu telah ditetapkan oleh hakim/imam/pemimpin di wilayah tersebut
maka penduduk wilayah tersebut wajib berpuasa, dan apabila di wilayah
tersebut hilal tidak tampak/terlihat oleh mereka maka mereka
menyempurnakan hitungan bulan menjadi 30 hari, begitu juga halnya dengan
bulan Dzulhijjah dan bulan-bulan lainnya. Maka hukum tidak berubah
dalam keadaan jika mereka mendahului wuquf di Arafah ataupun
mengakhirkannya, karena bagi setiap wilayah/negara tergantung pada
penglihatan hilal. Sedangkan Al Imam Ahmad dan Al Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa hukum ru’yah hilal di suatu negara atau wilayah supaya
disebarkan ke wilayah-wilayah yang lain, adapun wilayah yang padanya
hilal telah terlihat dan hal tersebut telah ditetapkan oleh hakim/imam
di wilayah itu maka keputusan imam tersebut menjadi suatu kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh penduduk wilayah tersebut, tanpa ada
perselisihan dalam hal ini.
Tidak apa-apa untuk mengambil pendapat yang mana dari kedua madzhab
tersebut ( Madzhab Syafi’i dan Malik atau Madzhab Hanbali dan Hanafi),
tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam keadaan hilal tidak mungkin
terlihat, terdapat beberapa negara/wilayah yang kesaksian ru’yah hilal
dapat diterima, berdasarkan perkataan dari kalangan para ahli astronomi
(yang mencapai jumlah tawatur) yang menetapkan adanya hilal di ufuk dan
hal tersebut tidak disembunyikan sebab kelalaian yang berulang, dan jika
dicermati dalam penetapan ru’yah adanya kemungkinan ru’yah hilal
menurut ahli astronomi maka pastilah ada keluasan dalam perkara ini,
karena yang demikian lebih sesuai dan lebih dekat dengan kebenaran dan
kenyataan, Allahu a’lam.
Dikeluarkan oleh divisi fatwa Dar Al Musthafa
Tarim, 8 Dzulqa’dah 1433
Maka kesaksian hilal harus dilakukan oleh orang banyak dan mencapai
jumlah tawatur, dan jika yang melihat hilal hanya satu orang maka
kesaksiannya tertolak, dan tidak ada satu madzhab pun yang mengatakan
bahwa hilal boleh dilihat oleh satu orang, dan jika hanya satu orang
yang melihat maka dia sendiri yang harus berpuasa sedangkan orang lain
tidak boleh mengikutinya. Hal ini harus kita fahami, dan saya tidak
takut menyampaikan hal ini karena ini adalah suatu kebenaran meskipun
ormas-ormas lain tidak menyukainya, semua yang berpuasa dengan keluar
dari keputusan sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan
seluruh madzhab maka puasanya bathil. Maka saya perlu berbicara tegas,
sampaikan kepada semua keluarga dan kerabat kalian untuk tidak berpuasa
besok, sebagaimana yang telah dijawab oleh guru mulia dan dewan fatwa di
Tarim Hadramaut.
Dalam hadits tadi disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam memerintah umma Islam untuk tidak keluar dari pemerintah,
mengapa demikian?, karena jika penguasa muslim ini diganggu maka ia akan
menghukum rakyatnya, sehingga terjadilah pertikaian antara pemimpin
muslim dengan rakyatnya, maka musuh Islam yang merasa senang akan hal
tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan persatuan
diantara para pemimpin dan rakyat, adapun jika pemimpin melakukan
kesalahan maka kelak di hari kiamat ia akan menghadapi sidang akbar
dihadapan Allah subhanahu wata’ala. Dan hal ini saya sampaikan agar
saudara-saudari kita tidak terjebak ke dalam ketidaktahuan sehingga
keluar dari jalan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Kita sesama umat Islam jika ada perbedaan pendapat
maka hal itu jangan dijadikan sebab permusuhan, namun kita ingin
membenahi keadaan kita, kita ingin membenahi iman kita, membenahi puasa
kita mana puasa yang benar dan sah, dan tadi telah diumumkan oleh
Menteri Agama, pemimpin kita dan jamaah muslimin, dimana mayoritas umat
Islam mulai melaksanakan puasa pada hari Rabu. Semoga Allah subhanahu
wata’ala melimpahkan hidayah dan mempersatukan kaum muslimin, dan semoga
Allah subhanahu wata’ala menjadikan Ramadhan kita sempurna, besok malam
akan masuk malam-malam mulia, semoga kita diberi kekuatan dan taufiq
untuk bisa melakukan shalat tarawih 20 rakaat dalam setiap malamnya.
Perlu saya sampaikan perihal shalat tarawih, bahwa shalat tarawih 13
rakaat tidak ada satu madzhab pun yang melakukan hal tersebut, dan tidak
ada satu madzhab pun yang melakukan shalat tarawih kurang dari 20
rakaat, bahkan di masjid haram Makkah dan Madinah mereka melakukan
shalat tarawih 20 rakaat, hanya madzhab Al Imam Malik yang melakukan
shalat tarawih sebanyak 40 rakaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“ Barangsiapa yang bangun (melakukan shalat malam) di bulan Ramadhan
karena beriman dan mengharapkan ridha Allah maka diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu”
Seharusnya jumlah shalat tarawih diperbanyak agar mendapatkan bagian
dari hadits tersebut, bukan justru dikurangi sebagaimana yang diperbuat
oleh sebagian muslimin di zaman ini. Dan hal penting bagi kita adalah
janganlah kita berpecah belah, karena jika sudah mulai banyak perpecahan
dan perselisihan pendapat maka kehancuaran akan datang kepada umat
Islam, namun jika banyak yang mengalah maka Islam akan semakin meluas.
Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Ali bin Abi
Thalib ketika dihujat oleh khawarij beliau berkata : “Putuskanlah apa
yang hendak kalian putuskan, karena aku membenci perpecahan dan
perbedaan pendapat, aku menginginkan persatuan dan jika tidak maka aku
lebih memilih untuk wafat menyusul para sahabatku”.
Dan itulah awal sejarah demo yang banyak terjadi di zaman sekarang
ini, maka janganlah menjadi pengikut ajaran orang-orang yang mendemo
sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kemudian sayyidina Hasan bin Ali bin Abi
Thalib Kw ketika menerima khilafah setelah ayahnya wafat, maka khilafah
pun ia serahkan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan demi menghindari
perpecahan diantara kaum muslimin, maka dalam hal ini sayyidina Hasan
lebih memilih untuk mengalah dan menyerahkan kekuasaan demi menjaga agar
tidak terjadi pertumpahan darah diantara kaum muslimin. Kemudian
sayyidina Husain bin Ali yang datang untuk memenuhi undangan namun
setelah beliau tiba di Karbala, disampaikan kepada Yazid bin Mu’awiyah
bahwa sayyidina Hasan datang untuk berperang dan merebut kepemimpinan,
sungguh sebuah kedustaan yang nyata, karena jika sayyidina Husain datang
untuk berperang atau untuk merebut kepemimpinan maka beliau tidak akan
membawa serta istri dan anak-anaknya serta keluarganya bersamanya,
sehingga sayyidina Husain bin Abi Thalib dibantai di padang Karbala. Dan
sampai pada keturunannya Al Imam Ahmad Al Muhajir, dimana ketika di
Baghdad banyak terjadi khilaf, pecah belah, dan perebutan kekuasaan,
maka Al Imam Ahmad bin Isa Al Muhajir bersama keluarganya pindah ke
Tarim Hadramaut, karena di daerah tersebut ada penguasa Tarim seorang
muslim yang membela sayyidina Ali bin Abi Thalib. Dan banyak orang yang
mengecam Al Imam Ahmad Al Muhajir, sehingga ada seorang alim yang
bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia berkata : “Wahai
Rasulullah Al Imam Ahmad telah meninggalkan kami dan pindah ke
Hadramaut, sedangkan kami berada dalam pertikaian dan perselisihan”,
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Aku gembira
dengan apa yang telah diperbuat oleh Ahmad bin Isa”. Sehingga Al Imam
Ahmad menetap di Hadramaut dan terus memiliki keturunan hingga sampai
pada masa Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi, beliau
mematahkan pedangnya dihadapan keluarga dan para sahabatnya seraya
berkata : “ Keluargaku dan para sahabatku serta orang-orang yang
mengikutiku, sejak saat ini aku tidak lagi akan berdakwah dengan
kekerasan”, oleh sebab itu jalan dakwah para habaib adalah dengan
kedamaian. Sehingga dari Hadramaut muncullah para penyeru ke jalan Islam
menuju Gujarat yang akhirnya sampai ke pulau Jawa, mereka datang dengan
jalan kedamaian seperti yang dicontohkan oleh para leluhurnya.
Dan kita kenal 9 orang yang berhasil menyebarkan Islam di Nusantara
ini, mereka tidak memiliki pasukan, senjata atau kekuatan lainnya namun
mereka dapat menyebarkan Islam di segala penjuru nusantara sehingga
penduduk Indonesia mengenal kalimat “Laa ilaaha illaa Allah”, dan
jadilah Indonesia ini negara muslimin terbesar di dunia, karena
kedamaian yang disebarkan melalui para penyebar dakwah di tanah air.
Agama Islam adalah agama kedamaian, dan nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling menyukai kedamaian dan
paling berlemah lembut dari segala makhluk Allah subhanahu wata’ala,
bahkan lebih lembut dari malaikat. Ketika malaikat Jibril melihat nabi
Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam disiksa dan dianiaya oleh penduduk
Thaif, dengan melempari kaki beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan
batu, ketika terjatuh beliau disuruh untuk berdiri dan kemudian kembali
dilempari dengan batu, namun demikian beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam berdoa :
اللّهُمَّ إِنِّى أَشْكُوْ إِلَيْكَ ضَعْفَ قُوَّتِيْ وَقِلَّةِ حِيْلَتِيْ
وَهَوَانِيْ عَلَى النَّاسِ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمْينَ أَنْتَ رَبُّ
الْمُسْتَضْعَفِيْنَ وَأَنْتَ رَبِّيْ إِلَى مَنْ تَكِلُنِيْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلاَ أُ بَالِي
“ Ya Allah sesungguhnya aku mengadukan kepadaMu kelemahan upayaku, dan
kurangnya usahaku, dan hinanya aku di kalangan manusia, wahai Yang Maha
mengasihi Engkaulah Tuhan golongan yang lemah , dan Engkaulah Tuhanku,
kepada siapa Engkau serahkan aku, jika Engkau tidak murka kepadaku maka
aku tidak peduli”
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa:
اَللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“ Wahai Allah berilah petunjuk kepada kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui”
Penduduk Thaif yang menyakiti dan menyiksanya justru beliau anggap
sebagai kaum beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan didoakan agar
diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, demikianlah kelemubutan
makhluk yang paling berlemah lembut sehingga malaikat Jibril datang dan
berkata : “Wahai Rasulullah, izinkanalah malaikat penjaga gunung itu
mengangkat gunung tersebut dan menjatuhkannya di atas Thaif”, namun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Jangan, biarkan
mereka hidup jika bukan mereka yang mendapat hidayah dan beriman,
barangkali keteurunan mereka kelak yang akan beriman”, demikianlah
indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selanjutnya kita bermunaajat dan berdoa semoga Allah subhanahu wata’ala
mengampuni dosa-dosa kita zhahir dan bathin, dan semoga Allah subhanahu
wata’ala menuntun kita pada masa depan yang baik, dan menjadikan kota
dan wilayah kita menjadi wilayah yang aman dan damai, bangsa kita
menjadi bangsa yang damai dan sejahtera, dan tidak terjadi perpecahan
diantara kaum muslimin, tidak juga terjadi pertikaian diantara umat
beragama, dan saling peduli diantara satu sama lain terlebih kaum
muslimin agar peduli kepada yang belum beriman, dan mereka yang terjebak
dalam kerusakan aqidah, terjebak dalam perbuatan dosa, perzinaan,
perjudian, narkotika dan lainnya semoga segera dilimpahi taufiq dan
hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, amin allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
|
|
|
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar