Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 18
Makna Kalimat وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
Senin, 6 Mei 2013
قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ
أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ (صحيح
البخاري)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا
بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ
دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ
دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ
اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا
وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ
وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha menerima
perbuatan mulia hamba-hambaNya walaupun penuh cela dan kesalahan,dan
Dialah Yang Paling menyukai udzur dari hamba-hamba, yaitu ketika seorang
hamba tidak mampu berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu dikarenakan
suatu hal yang menghalanginya, maka Allah subhanahu wata’ala
memaafkannya dan menerima udzurnya karena Allah subhanahu wata’ala Yang
Maha menerima ‘udzur, oleh sebab itu Allah subhanahu wata’ala
membangkitkan sang pembawa rahmat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, sayyid al mubassyirin wa al mundzirin. Allah subhanahu
wata’ala Maha menerima segala perbuatan baik hamba-hambaNya dan
tergantung dengan niat mereka dari perbuatan tersebut. Yang diantaranya
dengan niat untuk dijauhkan dari api neraka, dengan niat yang lebih
luhur lagi yaitu karena ingin masuk surga, atau dengan niat yang lebih
luhur lagi yaitu karena cinta kepada Allah subhanahu wata’ala, karena
rindu kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga lupa akan surga atau
neraka. Sebagian dari ummat ini beribadah di siang dan malam namun
terkadang tidak ada niat dengan ibadah untuk menghindarkan dirinya dari
api neraka, tidak juga peduli apakah ibadahnya akan memasukkannya ke
dalam surga atau neraka, dan tidak tidak peduli apakah kelak akan
berjumpa dengan Allah, apalagi merindukanNya.
Sungguh dalam kerugian besar hamba yang berada dalam keadaan keadaan
tersebut. Maka selayaknya kita bersyukur akan limpahan rahmat Allah
subhanahu wata’ala kepada kita dengan menghadirkan kita pada majelis
yang mulia penuh dengan limpahan rahmat di dunia dan akhirat. Yang mana
dalam setiap detiknya akan mencabut segenap musibah yang akan turun di
dunia atau di akhirat baik untuk kita atau keluarga kita, yang dalam
setiap detiknya berjutaan rahmat berlimpah dimana tidak akan kita
dapatkan di waktu-waktu yang lainnya, sungguh waktu terus berlalu dan
waktu yang telah lalu tidak akan pernah kembali di saat ini . Dalam
perkumpulan ini jutaan ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
berkumpul dalam ta’lim, dzikir dan shalawat, yang berpadu dalam satu
perkumpulan yang sangat menggembirakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Terkadang muncul perkataan untuk beramal karena Allah bukan
beramal karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena hal
tersebut akan menjerumuskan pada perbuatan syirik dan lainnya, namun
ketahuilah bahwa para sahabat justru di siang dan malam mereka beramal
demi menggembirakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, siapakah
dari ummat ini yang paling mencintai Allah subhanahu wata’ala, bukankah
mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?!.
Mereka para sahabat yang paling mencintai Allah subhanahu wata’ala,
justru kecintaan mereka kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam menggelegar dan menggebu-gebu. Diriwayatkan di dalam Shahih Al
Bukhari dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا تَسُبُّوا
أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ
مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“ Janganlah kalian mencaci para sahabatku, Demi Allah
sesungguhnya jika diantara kalian ada yang menginfakkan emas sebesar
gunung Uhud, ia tidak dapat mencapai segenggam yang mereka infakkan dan
tidak pula setengahnya”
Adapun hadits tersebut disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalllam jauh sebelum beliau wafat, dimana jika manusia
berinfak emas sebanyak gunung Uhud, maka hal itu belum mampu menyamai
infak para sahabat meskipun segenggam tangan atau lebih sedikit darinya,
karena kebersamaan mereka dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, sungguh sangat berbeda orang yang hidup bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang yang tidak hidup bersama beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga mereka yang tidak hidup bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika berinfak emas sebesar
gunung Uhud pun maka hal itu tidak akan menyamai infak para sahabat yang
hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meskipun
segenggam tangan. Padahal perkataan tersebut disampaikan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat di masa beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka terlebih lagi dengan kita yang hidup
di zaman sekarang ini.
Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fath Al Bari
bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan bahwa ucapan tersebut disampaikan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika terjadi perselisihan
antara sayyidina Abdurrahman bin ‘Auf dan sayyidina Khalid bin Al Walid
Radhiyallahu ‘anhuma. Sayyidina Abdurrahman bin ‘Auf jauh lebih dahulu
masuk Islam daripada sayyidina Khalid bin Al Walid Ra, dan ucapan
tersebut disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
sayyidina Khalid bin Al Walid Ra, padahal beliau adalah juga sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan jika diantara para sahabat
yang baru dan yang lama terdapat perbedaan yang jauh diantara mereka
maka terlebih lagi jika dibandingkan dengan kita yang hidup di zaman
sekarang ini. Sungguh beruntung orang-orang yang mencintai para sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan merugilah mereka yang
membenci para sahabat radhiallahu ‘anhum, dan keberuntungan yang sangat
agung bagi orang yang mencintai pemimpin para sahabat, sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana pembahasan kitab Ar Risalah Al Jaami’ah kita telah sampai pada kalimat وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ,
kalimat “Shahabah” secara bahasa berarti “teman”. Namun yang dimaksud
dengan sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah semua
orang yang mengenali nabi atau yang berteman dengan beliau shallallahu
‘alaihi wasallam, akan tetapi orang yang disebut sebagai sahabat nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengenali dan
berjumpa dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang hidup dan
wafatnya dalam keadaan Iman dan Islam. Sayyidina Uwais Al Qarni masuk
Islam ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, namun
beliau tidak disebut sahabat karena tidak bertemu dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Para sahabat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melebihi kecintaan mereka terhadap diri mereka sendiri dan segala
sesuatu yang mereka miliki. Sebagaimana dalam riwayat Shahih Al Bukhari
ketika seorang wanita yang bernama Barirah, dimana ia adalah seorang
budak miskin yang kemudian dibebaskan oleh sayyidah Aisyah Ra, suatu
ketika ia menerima shadaqah yang berupa semacam sop daging dan semasa
hidupnya Barirah pun belum pernah mencicipi makanan tersebut, namun
makanan tersebut langsung diberikan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Dimana sejak sekian lama ingin mengundang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam ke rumahnya, namun ia merasa malu sebab
tidak mempunyai makanan yang layak untuk menjamu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Sehingga ketika ia mendapatkan shadaqah makanan yang
ia pandang pantas untuk menjamu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maka
ia pun langsung mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
untuk datang, padahal ia belum pernah semasa hidupnya mencicipi makanan
tersebut, karena kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika diundang oleh
seorang miskin maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terburu-buru dan
segera memenuhi undangan tersebut karena khawatir mengecewakan orang
tersebut. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke rumah
Barirah bersama kedua sahabat, dan sesampainya di rumah Barirah maka ia
hidangkan sop daging tersebut untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan kedua sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka
salah seorang sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, makanan ini pasti
shadaqah dari orang lain karena tidak mungkin Barirah dapat membuat
makanan seperti ini”, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya kepada Barirah : “Wahai Barirah, apakah makanan ini dari
shadaqah?”, maka Barirah menjawab : “Betul wahai Rasulullah, makanan ini
adalah shadaqah dari salah seorang sahabat”, maka seorang sahabat tadi
berkata : “Wahai Rasulullah, makanan ini tidak halal untuk engkau makan
sebab ini adalah shadaqah”, seketika itu berubahlah wajah Barirah penuh
dengan kekecewaan, kesedihan dan ketakutan karena telah menghidangkan
makanan yang haram dimakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
hingga ia menangis dan mengalirkan air mata. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki akhlak yang luhur dan mulia,
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata : “Makanan ini
adalah shadaqah untuk Barirah, namun ia menghadiahkannya kepadaku maka
makanan ini halal untuk aku makan”, kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam langsung mengambil makanan tersebut dan memakannya,
seketika itu berubahlah wajah Barirah menjadi cerah dan penuh dengan
kegembiraan.
Indahnya akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu
tidak ingin mengecewakan orang lain, tidak ingin menyakiti perasaan
orang lain, bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ingin
menyakiti hewan sekalipun, sebagaimana teriwayatkan di dalam sirah Ibn
Hisyam dimana ketika salah seorang sahabat mencaci keledainya yang lemah
dan berjalan lambat dan mencambuknya, dan ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mendengar cacian sahabat tersebut terhadap keledainya,
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin membeli keledai
tersebut, namun sahabat itu menolaknya sebab keledai itu sangat lemah
sehingga ia ingin menghadiahkannya saja kepada beliau shallallahu
‘alaihi wasallam, sedangkan untuk dihadiahkan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam saja sahabat itu merasa malu, terlebih lagi
jika akan dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap ingin membeli keledai
tersebut, maka sahabat itu pun mengatakan harga keledai itu, dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membayar dengan harga yang lebih
tinggi dari harga yang disampaikan oleh sahabat tersebut, dan keledai
itu kemudian berubah menjadi keledai yang sehat dan penuh tenaga karena
telah disentuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata : “Adakah diantara kalian yang memiliki hak atasku dan aku ingin
menunaikannya karena aku khawatir jika aku dipanggil oleh Allah dengan
membawa kesalahan terhadap salah seorang diantara kalian”, maka salah
seorang dari kaum Anshar berkata : “Aku wahai Rasulullah”, maka para
sahabat yang lain marah melihat hal tersebut, karena orang tersebut
ingin menuntut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Apa kesalahan yang telah aku
perbuat kepadamu?”, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah seorang yang ma’shum, terhindar dari perbuatan salah dan dosa.
Maka orang itu berkata : “Dulu ketika dalam peperangan Uhud disaat itu
engkau memegang kayu dan memukul betisku, dan sekarang aku ingin
membalasnya”, mendengar hal tersebut para sahabat marah dan tiap dari
mereka meminta agar orang itu memberi balasannya kepada mereka, bukan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun orang itu tetap
ingin membalasnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
sehingga para sahabat tidak lagi mampu berbuat sesuatu dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pun menyingkap betis beliau shallallahu
‘alaihi wasallam untuk dipukul oleh orang tersebut. Para sahabat
menangis ketika melihat orang itu membawa kayu untuk memukul Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka orang itu segera berlari menuju
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memeluk betis beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata : “Apa yang engkau lakukan, bukankah engkau ingin
memukul betisku”, orang tersebut menjawab : “Wahai Rasulullah ketika itu
aku ingin mencium betismu, namun tanpa disengaja aku terkena
pukulanmu”, sungguh indah kecintaan para sahabat kepada nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika kuffar quraisy mengerumuti nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka Sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra merobek-robek bajunya
dan mencaci kuffar quraisy dan mengamuki mereka, sehingga perhatian
kuffar quraisy beralih kepada sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra dan
mereka pun memukulinya dengan pukulan yang sangat dahsyat sehingga tidak
dapat dibedakan antara mata, hidung atau mulut beliau, hingga sayyidina
Abu Bakr pun pingsan. Maka beliau pun diselamatkan oleh keluarga Abu
Quhafah yang memiliki kekuatan di Makkah Al Mukarramah, dimana mereka
berkata jika sayyidina Abu Bakr meninggal maka mereka akan membalas
perbuatan tersebut yaitu dengan memenggal satu kepala dari setiap
qabilah yang terlibat dalam penyiksaan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra.
Namun setelah beberapa waktu sayyidina Abu Bakr sadar dan mulai membuka
matanya, dan berkata : “Bagaimana kabar Rasulullah Muhammad ?”,
mendengar hal itu keluarga Abu Quhafah sangat marah karena mereka disaat
itu belum masuk Islam dan berkata : “Wahai Abu Bakr, engkau dipukuli
hingga keadaanmu seperti ini adalah disebabkan oleh Muhammad dan kami
lah yang menolongmu, namun mengapa engkau justru masih merisaukannya”,
lalu sayyidina Abu Bakr berkata : “Bantulah aku berjalan untuk bertemu
dengan Rasulullah”, dalam keadaan yang sangat parah dan tidak mampu
berjalan sayyidina Abu Bakr Ra masih ingin bertemu dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka salah seorang kerabat beliau
membopong dan membawa beliau untuk bertemu dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, kemudian beliau bertemu dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan beliau dapai Rasulullah dalam keadaan baik, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memeluk sayyidina Abu Bakr As
Shiddiq dan menangis, demikianlah besarnya kecintaan para sahabat kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam kejadian yang lain, sayyidina Abu Thalhah Al Anshari Ra yang
mempunyai harta yang sangat berharga berupa sebuah kebun yang bernama
Bairuha, dan ketika turun wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, firman Allah subhanahu wata’ala :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ
فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ ( آل عمران : 92 )
“Kalian tidakakan sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kalian menafkahkan sebahagian harta yang kalian cintai. Dan apa
saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (
QS. Ali Imran : 92 )
Maka seketika itu juga sayyidina Abu Thalhah Al Anshari berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah,
kebun Bairuha adalah harta yang paling aku cintai dan kebun itu aku
hadiahkan untukmu”. Dan ketika dalam perang Uhud, sayyidina Abu Thalhah
Al Anshari berlutut dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan berkata :
وَجْهِيْ لِوَجْهِكَ الْوِقَاءُ وَنَفْسِيْ لِنَفْسِكَ الْفِدَاءُ
“ Wajahku adalah tameng bagi wajahmu, dan jiwaku adalah penebus jiwamu”
Sehingga karena kekuatan cintanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau pun memuji sayyidina bahwa Abu Thalhah Al
Anshari bahwa ia lebih baik dari 1000 prajurit. Begitu banyak kisah
kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
dan kecintaan itu berlanjut pada para taabi’in, mereka adalah
orang-orang yang beriman dan bertemu dengan para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak bertemu dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebutkan dalam kitab Adab Al Mufrad oleh
Al Imam Al Bukhari Ar bahwa salah seorang tabi’in datang kepada
sayyidina Anas bin Malik dan bertanya: “Apakah telapak tanganmu pernah
menyentuh kulit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka sayyidina
Anas bin Malik berkata : “Iya betul, tanganku sering menyentuh kulit
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka orang itu pun meraih
tangan sayyidina Anas bin Malik dan mencium tanganya karena orang tidak
bisa mencium tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia
menciumi tangan sayyidina Anas bin Malik yang pernah bersentuhan dengan
tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan juga bahwa seorang tabi’in datang kepada seorang
sahabat yang mana ia pernah membai’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dengan tangannya, adapun seorang sahabat itu adalah seorang
kuli yang tangannya sangat kaku, maka seorang tabi’in itu pun
tertunduk-tunduk meraih tangannya dan menciuminya untuk mendapatkan
keberkahan, dan melampiaskan kecintaan dan kerinduannya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap tangan seorang yang
telah bersentuhan dengan kulit nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Semoga kita semua diberi kesempatan untuk mencium tangan nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, amin. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حتى أَكُونَ أَحَبَّ إليه مِنْ وَلَدِه وَوَالِدِه وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“ Tidak beriman (dengan iman yang sempurna) salah seorang dari
kalian hingga aku ia cintai lebih dari anaknya, dari orang tuanya dan
dari manusia seluruhnya”
Tentunya banyak diantara kita yang belum mampu untuk menjalankan hal
tersebut, namun kita sudah termasuk ke dalam kelompok tersebut,
sebagaimana di malam hari ini kita meninggalkan keluarga kita,
meninggalkan rumah kita dan harta kita dan berkumpul di tempat ini untuk
berdzikir dan bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, padahal kita disini tidak melihat beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, jika kita tau bahwa kita akan melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam di tempat ini, mungkin sejak setahun yang lalu kita
sudah berada di tempat ini.
Diriwayatkan bahwa salah seorang murid dari ulama’ besar Al Imam
Abdurrahman Ad Diba’i yang mengarang maulid Ad Dibaa’ mempunyai anak
kecil yang sangat mencintain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
suatu waktu Al Imam berkata kepada muridnya bahwa mereka akan menunaikan
ibadah haji namun anak kecil itu tidak diperkenankan untuk pergi
bersama mereka, maka orang-orang pun mengawasi dan menjaganya agar ia
tidak pergi bersama mereka, namun anak kecil itu bersembunyi dibawah
salah satu kereta milik kafilah dari kota Zabid di utara Yaman yang akan
menuju Madinah Al Munawwarah, setelah beberapa lama mereka pun tiba di
Madinah, maka anak itu pun keluar dan orang disekitarnya terkejut ketika
mendapati anak kecil tersebut ikut bersama mereka, dan ketika ditanya
ia berkata bahwa ia ingin pergi ke Madinah Al Munawwarah ingin melihat
tanah tempat tinggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka
orang-orang berkata bahwa ia telah sampai di Madinah, anak kecil itu
merasa sangat gembira dan ia mengambil debu di tanah kemudian
menghirupnya hingga ia wafat karena banyaknya debu yang ia hirup.
Kemudian anak itu dimakamkan di pemakaman Baqi’ namun sangat jauh dari
makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun orang-orang yang
secara rutin berziarah ke Madinah mereka mendapati bahwa kuburan anak
kecil itu semakin dekat dengan makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Suatu waktu saya menyampaikan tausiah di Pasuruan di kediaman Al
Habib Taufiq As Saqqaf, dan ketika itu saya sampaikan pada murid-murid
beliau bahwa yang merasa ruh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
tidak hadir ketika acara maulid maka orang tersebut Mahjub, tertutup
dari cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka di
malam harinya, saya bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menegur saya dan berkata : “Janganlah kau katakana kepada tamu-tamuku
hal-hal yang menyakiti perasaan mereka, namun katakanlah ucapan-ucapan
yang lemah lembut, katakan kepada mereka bahwa Muhammad mencintai
mereka, katakan kepada mereka bahwa Muhammad menyayangi mereka, katakana
kepada mereka bahwa Muhammad merindukan mereka”. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ingin orang-orang yang hadir di mejelis mendengarkan
kabar bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai dan menyayangi
mereka.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...
Ucapkanlah bersama-sama يَا
الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
|
|
|
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar