Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 26
zakat
Senin, 29 Juli 2013
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي
الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ
بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa berlemah lembut kepada
kita, karena itulah anugerah terbesar dari Allah subhanahu wata’ala
untuk kita bisa terus dekat dengan sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, sehingga kita terus bersambung dan bertemu dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam keadaan tidur atau
jaga , kita diberi anugerah untuk memandang cahaya keindahan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Memberi
akan tetap memberi dan tiada akan pernah berhenti memberi, maka
siapakah yang mau meminta ?, Allah subhanahu wata’ala senantiasa siap
menumpahkan anugerah untuknya, namun tidak diminta pun Allah subhanahu
wata’ala tetap akan memberi, tetap melimpahkan anugerah kepada
hamba-hambaNya, akan tetapi tidak seperti anugerahNya kepada orang yang
mau meminta kepadaNya, ia akan dilimpahi dengan anugerah yang lebih
besar, semoga kita dilimpahi anugerah besar dalam sanubari kita hinga
kita selalu mengingat Allah subhanahu wata’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Kita melanjutkan pembahasan kitab Ar
Risalah Al Jami’ah, kita sampai pada pembahasan zakat. Zakat secara
bahasa adalah An Namaa’ wa At Tathhiir yaitu tumbuh (berkah) dan
penyucian. Adapun zakat menurut syariat adalah nama/sebutan untuk suatu
benda (harta) yang dikeluarkan karena sebab harta atau sebab badan dalam
jumlah/bentuk tertentu dan diberikan kepada yang berhak menerimanya
yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Dimana ada 6 macam zakat yang
dikeluarkan sebab harta dan 1 zakat untuk badan yaitu zakat fitrah
(pembahasan yang lebih luas insyaallah menyusul), adapun zakat profesi
yang ada di zaman sekarang maka hal ini tidak ada dalam syariat Islam.
Namun jika kita sebut sebagai shadaqah profesi hal ini masih dapat kita
toleransi dan tidak kita ingkari, karena shadaqah bukan hal yang wajib,
sedangkan zakat adalah sesuatu yang wajib dikerjakan sehingga jika
seseorang tidak melaksanakannya maka darahnya halal ; boleh dibunuh.
Oleh karena itu zakat semacam ini adalah hal yang diada-adakan oleh
kelompok wahabi yang ajaran mereka harus kita waspadai, dimana mereka
adalah pengikut Muhammad Ibn Abdul Wahhab yang para gurunya tidak
mengakuinya sebagai murid mereka sebab ajaran-ajarannya yang banyak
menyimpang dari Syariat Islam, semoga kelompok-kelompok ini segera
dihilangkan dari muka bumi dan diberi hidayah oleh Allah subhanahu
wata’ala, amin allahumma amin.
Kita kembali pada pembahasan zakat, jadi zakat yang dikeluarkan ada 2
macam yaitu zakat yang dikeluarkan untuk harta dan yang kedua zakat
untuk badan, yang disebut dengan zakat fitrah. Sebelum kita masuk ke
dalam pembahasan zakat harta, terlebih dahulu akan kita bahas tentang
zakat fitrah. Dalam hal zakat fitrah menurut pendapat yang terkuat yaitu
zakat dikeluarkan berupa bahan pokok setempat, seperti bahan pokok di
tempat ini adalah beras, maka zakat yang harus dikeluarkan orang-orang
yang tinggal disini adalah beras, sehingga santri-santri Irian yang ada
disini mereka harus mengeluarkan zakat berupa beras, meskipun bahan
pokok di daerah mereka adalah sagu begitu juga sebaliknya, orang-orang
Jawa atau daerah lainnya yang tinggal di Irian maka mereka harus
mengeluarkan zakat berupa sagu yang merupakan bahan pokok di daerah
tersebut. Akan tetapi ada pendapat yang tidak kuat namun didukung oleh
ucapan-ucapan para ulama’ yang mengatakan bahwa zakat fitrah boleh
dikeluarkan berupa sesuatu yang lebih dibutuhkan atau disukai oleh
orang-orang yang berhak menerima zakat, seperti uang namun beberapa
pendapat ulama’ tidak membolehkannya.
Disebutkan dalam sebuah kisah nyata, dimana ada seorang nenek yang
tinggal sendiri di rumahnya, suatu hari ada orang yang datang membawa
zakat berupa beras, namun si nenek menolaknya dan berkata bahwa ia tidak
membutuhkan beras karena ia mempunyai beras tetapi ia lebih membutuhkan
uang, namun orang yang memberi zakat tetap ingin mengeluarkan zakatnya
berupa beras, kemudian ia mencoba untuk menasihati si nenek dan berkata :
“Ibu, untuk zakat yang berupa uang itu nanti yaitu zakat harta bukan
zakat fitrah”, si nenek bertanya : “ Kapan zakat itu ?”, orang itu
terdiam dan tidak bisa menjawab, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan
umat Islam tidak memperhatikan zakat-zakat yang lain kecuali zakat
fitrah. Karena jika setiap orang muslim yang wajib membayar zakat di
dunia ini ia melaksanakan kewajibannya, niscaya di bumi tidak akan ada
seorang muslim pun yang kelaparan, karena Allah subhanahu wata’ala telah
menentukan rizki bagi setiap hamba-hambaNya yang fakir atau miskin
dengan zakat-zakat tersebut, namun hal ini dilalaikan oleh ummat Islam,
demikianlah makna zakat secara ma’rifah. Sering muncul pertanyaan kalau
ingin belajar ilmu ma’rifah dimana?, saya juga bingung untuk
menjawabnya, namun dalam majelis ini sering saya sampaikan tentang
ma’rifah yang saya ketahui. Perlu difahami ma’rifah adalah ilmu untuk
mengenalkan kita dan mendekatkan kita kepada Allah subhanahu wata’ala,
bisa disebut dengan ilmu hati yang diantara pembahasannya adalah
bagaimana menjauhi penyakit-penyakit hati seperti riya’, sombong, iri,
dan lainnya. Dimana dalam hal ini secara ringkas penyelesaiannya dengan
mendekatkan diri kepada Allah untuk dicintai Allah dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, hal itu adalah puncak dari ilmu ma’rifah.
Syaikh Ahmad Ba’alawi berkata : “Mereka melihat kami duduk berada
diantara mereka, padahal itu bukan kami karena jiwa-jiwa kami berada
pada puncak-puncak tertinggi”, maksudnya bahwa hati mereka bersama Allah
subhnahu wata’ala.
Adapun waktu pengeluaran zakat fitrah boleh dikeluarkan sejak
terbenamnya matahari di awal Ramadhan hingga terbenamnya matahari di
akhir bulan Ramadhan, dan sunnah dikeluarkan sebelum shalat idul fitri.
Jadi zakat wajib dikeluarkan bagi orang yang masih hidup di bulan
Ramadhan dan di bulan Syawal, sehingga seorang bayi yang lahir setelah
isya’ di akhir bulan Ramadhan maka tidak diwajibkan baginya zakat
fitrah, namun disunnahkan untuk membayarnya. Begitu juga orang yang
meninggal di akhir bulan Ramadhan sebelum terbenam matahari maka tidak
wajib untuk dikeluarkan zakat fitrah baginya namun disunnahkan, karena
ia tidak hidup hingga bulan Syawal. Adapun dalam hal infaq/shadaqah maka
sebanyak-banyaknyalah berinfak sebagaimana hadits yang kita bahas
majelis minggu lalu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
orang yang paling dermawan (pemurah) dan lebih dermawan lagi ketika di
bulan Ramadhan. Sifat pemurah tidak hanya dengan harta tetapi bisa
dengan selain harta seperti pemurah maaf dan lainnya. Kita fahami betapa
pemurahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sifat pemaaf
beliau di bulan Ramadhan, terlebih lagi dengan sifat pemaaf Allah
subhanahu wata’ala di bulan Ramadhan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman : وَيَسْأَلُونَكَ
مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ
الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ ( البقرة : 219 )
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan”. ( QS. Al Baqarah : 219 )
Sebagian ulama’ ahli tafsir mengatakan bahwa makna Al ‘Afw adalah
shadaqah yang tertinggi derajatnya, kemudian derajat yang lebih rendah
lagi adalah pemaaf. Sifat pemaaf sudah pasti disertai dengan sifat
pemurah, namun sifat pemurah belum tentu juga pemaaf, sebagaimana sering
kita mendengar perkataan orang yang ada permusuhan dengan orang lain :
“Meskipun harta aku habis, tetap aku ngga akan maafin dia”. Namun orang
yang pemaaf sudah pasti ia adalah pemurah, semoga Allah subhanahu
wata’ala menjadikan kita ke dalam golongan mereka, amin allahumma amin.
Dalam perhitungan bulan Qamariah (Hijriah), pergantian hari dimulai
ketika matahari terbenam, berbeda dengan perhitungan bulan Syamsiah
(Masehi) bahwa pergantian hari dimulai pada pertengahan malam sekitar
jam 11.30 atau 12.00 malam, namun para ulama’ tidak memilih hal itu
karena terkadang waktunya tidak tepat dan lebih tepat menggunakan
perhitungan qamariah. Oleh karena itu ketika di zaman sayyidina Umar bin
Khattab Ra dimana di masa itulah dimulai perhitungan Hijriah, dan
sayyidina Umar menentukan awal bulan adalah bulan Muharram, padahal
hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimulai pada bulan Rabi’
Al Awwal dan bukan bulan Muharram, mengapa demikian? , karena perputaran
bulan dalam setahun kembalinya pada titik awal adalah di bulan Muharram
bukan di bulan Rabi’ul Awal. Maka dalam hal zakat, kita tidak
menggunakan perhitungan masehi, namun menggunakan perhitungan Hijriah
dimana pergantian hari dimulai dari terbenamnya matahari. Demikian
penjelasan tentang zakat fitrah, dan majelis yang akan datang insyallah
kita masuk pada pembahasan tentang zakat maal (harta).
Selanjutnya kita mengucapkan beribu syukur kepada Allah subhanahu
wata’ala karena acara Haul Ahlu Al Badr dan Nuzulul Qur’an berlangsung
sukses Alhamdulillah, dan membuat gembira guru mulia kita yang dengan
itu juga membuat gembira guru-guru beliau hingga ke Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kita tidak akan mengadakan event besar
lagi, hingga event kedatangan guru mulia di bulan Muharram di Monas ,
dan acara malam tahun baru insyaallah. Kita berdoa dan bermunajat kepada
Allah subhanahu wata’ala
… فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...
Ucapkanlah bersama-sama يَا
الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
|
|
|
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar