Larangan Menghadap Kiblat Saat Buang Air
Senin, 10 September 2012
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَتَى
أَحَدُكُمْ، الْغَائِطَ، فَلَا يَسْتَقْبِل الْقِبْلَةَ، وَلَا يُوَلِّهَا
ظَهْرَهُ، شَرِّقُوا، أَوْ غَرِّبُوا. ,,
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw : “Jika kalian berhajat buang air besar
atau kecil, maka jangan menghadap kiblat, dan jangan membelakanginya,
namun menghadaplah ke barat dan ke timur (arah selain kiblat) (Shahih
Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang terluhur dan
tertinggi atas nikmat iman untuk kita hamba-hambaNya, yang telah
disampaikan iman kepada kita melalui makhluk yang paling dicintaiNya,
makhluk yang menjadi samudera cinta Allah, makhluk yang tersimpan
padanya cinta Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(آل عمران : 31 )
”Katakanlah jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku (Nabi
Muhammad), niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran: 31).
Cinta Allah subhanahu wata’ala tersimpan pada sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga Allah subhanahu wata’ala akan
mengampuni dosa-dosa hambaNya karena mengikuti kekasihNya sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu mengikuti
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang diperintah
oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga memenuhi panggilan beliau
merupakan hal yang wajib dalam keadaan apapun, sebagaimana diriwayatkan
di dalam Shahih Al Bukhari ketika seorang sahabat sedang melakukan
shalat, di saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memanggilnya, namun dia melanjutkan shalatnya kemudian setelah selesai
ia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lantas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya : “Kemanakah engkau, aku memanggilmu namun kau tidak juga datang?”, maka ia menjawab : “Wahai Rasulullah tadi aku sedang melakukan shalat”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman” :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا
دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
(الأنفال : 24 )
“ Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan
seruan Rasulullah apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi
kehidupan kepada kalian, dan ketahuilah sesungguhnya Allah membatasi
antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan
dikumpulkan”. ( QS. Al Anfaal : 24 )
Maka menjawab panggilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam harus
dijawab, dimana seruan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghidupkan
jiwa untuk lebih dekat kepada Allah subhanahu wata’ala,untuk lebih suci
dan luhur, serta menjauh dari perbuatan dosa, demikianlah makna dari
setiap panggilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita ketahui
bahwa Allah subhanahu wata’ala adalah Dzat Yang Maha Tunggal dan Abadi,
yang membuka rahasia-rahasia keluhuran sepanjang waktu dan zaman,
menganugerahkan kenikmatan untuk manusia dalam kehidupan dunia ini,
namun manusia hanya akan merasakannya dalam waktu yang sangat singkat
yang selanjutnya akan meninggalkannya, kemudian kelak di hari kiamat
akan dimintai pertanggungjawaban akan usia yang telah diberikan kepada
mereka selama di dunia, yang telah dipinjami nafas dan jasad dengan
panca inderanya, akan setiap kenikmatan yang diberikan kepada mereka
ketika di dunia. Sehingga keberuntungan besar bagi orang-orang yang
mendapatkan pengampunan dari Allah subhanahu wata’ala, dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendatangi dan mengikuti panggilan Allah dan
RasulNya. Adapun kehadiran kita di majelis-majelis seperti ini merupakan
seruan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita untuk
mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala dan menjauhi hal-hal yang
dimurkai Allah, dan jika ada orang yang hadir diantara kita di majelis
ini karena niat yang jelek atau ingin berbuat hal-hal yang membuat Allah
murka, maka ketahuilah bahwa niat buruknya akan menjerumuskannya ke
dalam kehinaan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar (perkataan
atau perbuatan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam),
yang tertulis di dalam kitab Mamlakah Al Quluub oleh guru
mulia Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim
bin Hafizh bahwa dalam setiap niat baik dari perbuatan manusia maka
Allah subhanahu wata’ala akan membukakan baginya 30 pintu kebaikan,
sebaliknya jika ia berniat buruk dalam suatu perbuatan maka Allah akan
membukakan 30 pintu keburukan baginya. Maka bukalah pintu-pintu kebaikan
itu dengan memperbanyak niat yang baik. Oleh karena itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“ Sesungguhnya perbuatan (tergantung) dengan niatnya”
Semakin luhur niat seseorang dalam perbuatannya, maka akan semakin
mulia anugerah yang akan didapatkannya dari Allah subhanahu wata’a,
sebaliknya semakin buruk niat dalam perbuatannya maka akan semakin
terjatuh dalam jurang kehinaan. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ، ثُمَّ رَدَدْنَاهُ
أَسْفَلَ سَافِلِينَ ، إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
( التين : 4-6 )
“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya”. ( QS. At Tiin : 4-6 )
Sungguh mereka akan dikembalikan kepada sehina-hinanya tempat kecuali
orang-orang yang beriman, dan mereka itu adalah pengikut sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mengerjakan kebaikan dengan
tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana balasan untuk
mereka adalah pahala dari Allah yang tiada terputus. Demikian jauh
perbedaan antara orang yang taat kepada Allah dan orang yang tidak taat
kepadaNya. Maka perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia
akan membuka rahasia rahmat Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana
diriwayatkan di dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
حُوسِبَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ مِنْ
الْخَيْرِ شَيْءٌ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ رَجُلًا مُوسِرًا وَكَانَ يُخَالِطُ
النَّاسَ وَكَانَ يَأْمُرُ غِلْمَانَهُ أَنْ يَتَجَاوَزُوا عَنْ
الْمُعْسِرِ فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: نَحْنُ أَحَقُّ بِذَلِكَ
مِنْهُ تَجَاوَزُوا عَنْهُ (صحيح المسلم )
“Akan dihisab seseorang dari umat sebelum kalian, maka tidak
didapati sedikitpun kebaikan pada dirinya kecuali ia adalah orang yang
mempermudah (jika berurusan dengan orang lain), serta ia bergaul dengan
orang-orang, dan ia menyuruh budaknya untuk memberikan kelapangan atau
kemudahan (memaafkan) kepada orang yang dalam kesulitan. Maka, Allah
‘azza wajalla berfirman: “Kami lebih berhak terhadap hal tersebut dari
padanya, berilah kelapangan untuknya (maafkan dia )”. ( Shahih Muslim)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah panutan tunggal
bagi kita, dimana beliau adalah orang yang paling berlemah lembut dari
semua manusia, bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersikap
lemah lembut terhadap orang non muslim, sebagaimana disebutkan dalam
Shahih Al Bukhari ketika seorang pemuda yahudi datang ke rumah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan hendak tinggal bersama
beliau kemudian diberinya izin sehingga ia tinggal di rumah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam kesehariannya ia hidup dan makan
serta minum bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun suatu
waktu pemuda tersebut pergi dari rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan setelah ditanya ternyata pemuda itu sedang sakit dan
pulang ke rumahnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang
ke rumahnya, dan mendapatinya dalam keadaan sakaratul maut, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Ucapkanlah لاإله إلا الله محمد رسول الله “,
maka pemuda tersebut memandang ayahnya yang juga seorang yahudi, karena
melihat kebaikan dan kelembutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, ayah pemuda itu berkata : “Taatilah Abu Al Qasim (Nabi Muhammad)”,
lantas pemuda itu pun mengucapkan لا إله إلا الله محمد رسول الله
kemudian meninggal. Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
merasa sangat gembira dan keluar dari rumah itu dengan wajah yang terang
benderang, maka salah seorang sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang telah membuatmu sangat gembira?”, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “ Alhamdulillah pemuda itu telah mendapatkan hidayah dari Allah subhanahu wata’ala”. Sungguh mulia budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun penjelasan singkat dari hadits yang telah kita baca, hadits
tersebut menunjukkan larangan seseorang menghadap atau membelakangi
kiblat di saat membuang hajat. Al Imam An Nawawi di dalam kitab Al
Majmuu’ menjelaskan bahwa yang dimaksud untuk tidak menghadap atau
membelakangi kiblat ketika membuang hajat adalah jika membuang hajat di
tempat yang tidak ada satir (penghalang) seperti di padang yang luas,
sedangkan membuang hajat di tempat yang ada penghalang seperti toilet,
maka menghadap atau membelakangi kiblat adalah hal yang makruh
(dibenci), namun sebagian pendapat mengatakan bahwa hal tersebut mubah
(diperbolehkan).
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Berkenaan dengan masuknya banyak pertanyaan akan hal yang sedang
berlangsung di wilayah Jakarta ini, maka sebagaimana juga telah
disampaikan kabar ini kepada guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafizh dan beliau menyampaikan bahwa harapan beliau untuk
pemimpin Jakarta adalah seorang pemimpin yang lebih banyak membawa
manfaat bagi kaum muslimin. Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah
subhanahu wata’ala, karena doa dan munajat merupakan satu-satunya
senjata yang terakhir bagi kita umat Islam. Kita berdoa kepada Allah
subhanahu wata’ala semoga Allah memberikan pengampunan atas dosa-dosa
kita, memberikan kesejahteraan dan kedamaian untuk bangsa dan negara
kita, serta dijaga dari fitnah-fitnah yang membuat perpecahan diantara
ummat dan bangsa kita, amin allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
|
0 komentar:
Posting Komentar