Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 24
Rukun Islam yang Kedua, Shalat
Senin, 15 Juli 2013
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ
أَحَدٌ مِنَ اْلأنْبِيَاءِ قَبْلِي : نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ
شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِي الأرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ
مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي
الْغَنَائِمُ ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّة
وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَة (صحيح
البخاري)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ
خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ
وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي
الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ
بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Hadirin yang dimuliakan Allah Pembahasan kita dalam kitab Ar
Risaalah Al Jaami’ah malam ini adalah tentang rukun Islam yang kedua
yaitu shalat. Diman pembahasan mengenai shalat sangat panjang dan akan
kita bahas selanjutnya pada majelis-majelis yang akan datang, namun
sekarang ini akan kita bahas secara singkat. Disebutkan dalam kitab Ar
Risaalah Al Jaami’ah :
أَرْكَانُ الْإِسْلاَمِ خَمْسَةٌ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ
Yang secara bahasa kalimat Iqaam As Shalaah berarti “mendirikan
shalat”, namun dalam bahasa arab maksud dari kalimat tersebut adalah
menunaikan atau melakukan shalat secara istiqamah. Adapun pengertian As
Shalaah secara umum adalah Ad Du’aa bi al khair yaitu doa dengan
kebaikan. Sedangkan pengertian As Shalaah dalam istilah syariat adalah :
أَقْوَالٌ وَأَفْعَالٌ مُفْتَتِحَةٌ بِالتَّكْبِيْرِ مُخْتَتِمَةٌ بِالتَّسْلِيْمِ
“ Perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam” Maka layak kita untuk memahami makna shalat agar dalam
menjalankannya kita merasa lebih khusyu’. Disebutkan bahwa shalat adalah
sebagian besar merupakan perbuatan dan ucapan baik yang zhahir atau
bathin. Perbuatan atau ucapan yang zhahir seperti ruku’, sujud, berdiri,
duduk, mengucapkan takbir, mengucapkan tasbih dan lainnya, adapun
secara bathin adalah bahwa hati bersujud kepada Allah subhanahu
wata’ala, ruh berhadapan dengan Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau shallallahu
‘alaihi wasallam melihat air ludah di dalam masjid di arah kiblat,
dimana ketika itu lantai atau tembok masjid masih terbuat dari tanah,
lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا
قَامَ فيِ صَلاَتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ يَبْزُقَنَّ
أَحَدُكُمْ فِي قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ
“ Sesungguhnya salah seorang kalian ketika bediri melakukan shalat,
maka sungguh ia sedang bermunajat (berbicara) dengan Allah, maka
janganlah seorang dari kalian meludah di arah kiblat tetapi (meludahlah)
di sebelah kiri atau dibawah kakinya” Sehingga jika seseorang memang
terdesak untuk meludah dan ia sedang melakukan shalat, maka meludahlah
ke arah kiri atau dibawah kaki, dan jangan meludah ke arah depan atau
arah kiblat karena ia sedang berhadapan dan berbicara dengan Allah. Dan
hal ini dikuatkan riwayat Shahih Muslim ketika Allah subhanahu wata’ala
menjawab semua ayat dari awal surat Al fatihah yang dibaca seseorang
ketika shalat, dengan jawaban :
حَمِدَنِي عَبْدِي ، أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي ، مَجَّدَنِي عَبْدِي
“ HambaKu memujiKu, hambaKu menyanjungKu, hambaKu mengagungkanKu” dan ketika sampai pada ayat :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ، اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ، صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ (الفاتحة : 5-7 )
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mohon pertolongan, tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan kenikmatan
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.” ( QS Al Fatihah : 5-7 ) Allah subahanahu wata’ala
menjawab :
هَذَا لِعَبْدِيْ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“ (Doa) ini adalah untuk hambaKu dan bagi hambaKu apa yang ia minta”
Tiadalah harapan yang lebih indah dan lebih mulia dari doa yang telah
diajarkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam surat Al Fatihah ini,
yaitu doa untuk dilimpahi kenikmatan dalam kehidupan sebagaimana
kehidupan orang-orang yang diberi kenikmatan dan diridhai Allah
subhanahu wata’ala serta dijauhkan dari golongan orang-orang yang sesat
dan dimurkai Allah subhanahu wata’ala. Maka bagaimana Allah subhanahu
wata’ala tidak akan menjawab doa tersebut karena Allah Yang telah
mengajarkannya kepada hambaNya. Hal yang kita minta semoga Allah
melimpahkan kenikmatan untuk kita di dunia dalam keadaan kita diridhai
oleh Allah subhanahu wata’ala, tentunya kenikmatan yang paling mulia
adalah kenikmatan di akhirat, dan hal itu telah lebih dulu diisyaratkan
dalam awal surat Al Fatihah, firman Allah subhanahu wata’ala :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang” Kalimat Ar Rahman bermakna bahwa Allah subhanahu wata’ala
memberi kenikmatan kepada hambaNya di dunia baik ia seorang yang beriman
atau kafir, adapun Ar Rahiim bermakna bahwa Allah subhanahu wata’ala
memberi kenikmatan di akhirat yang dikhususkan untuk hamba-hambaNya yang
beriman. Maka orang-orang yang tidak beriman pun diberi kenikmatan oleh
Allah di dunia, karena hinanya kenikmatan dunia itu di sisi Allah
subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam :
لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“ Jika seandainya (kenikmatan) dunia sebanding dengan sayap seekor
nyamuk di sisi Allah, niscaya Allah tidak akan memberi bagian darinya
meskipun seteguk air” Namun demikian seorang yang beriman masih
mengharapkan dan menginginkan kenikmatan dunia tersebut, karena jika
seseorang selama di dunia ia terus menerus berada dalam musibah, maka
dikhawatirkan imannya akan pupus, oleh sebab itu Allah subhanahu
wata’ala memerintahkan kita untuk berdoa kepadaNya sebagaimana yang
diajarkan dalam surat Al Fatihah, dan jika Allah subhanahu wata’ala
telah menjawab doa tersebut maka terselaikanlah semua urusan di dunia,
hingga kita wafat berada dalam limpahan kenikmatan dengan izin Allah
subhanahu wata’ala. Namun hal yang sangat disayangkan adalah di saat
kita melakukan shalat dan membaca surat Al Fatihah fikiran kita terbang
kemana-mana dan tidak khusyu’ dalam membacanya. Maka makna shalat secara
istilah syariat adalah perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam, demikian makna shalat untuk Allah subhanahu
wata’ala. Adapun shalat untuk selain Allah secara umum memiliki arti doa
dengan kebaikan. Sebagaimana bershalawat kepada nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengucapkan :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
“ Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada sayyidina Muhammad” Kita
semua mengetahui bahwa shalat hukumnya fardhu ‘ain yaitu wajib
dikerjakan bagi setiap muslim yang berakal dan telah mencapai usia
baligh, sehingga merupakan dosa besar jika ditinggalkan kecuali
disebabkan adanya uzur syar’i (halangan), yang dalam kitab ini terdapat 4
hal yaitu tidur, lupa, jama’ (menggabungkan dua shalat dalam satu
waktu”, dan ikrah (paksaan).
Maka jika ada salah satu dari 4 hal tersebut maka seseorang boleh
meninggalkan shalat namun harus diqadha’ (diganti). Yang pertama uzur
karena tidur, maka seseorang yang tertidur ia tidak wajib melakukan
shalat dalam tidurnya, sehingga setelah ia bangun dari tidurnya, ia
mendapati waktu shalat telah habis maka ia wajib mengqadha’ shalat
tersebut, seperti juga halnya orang yang hilang akal (gila) maka dalam
keadaan itu ia tidak wajib mengerjakan shalat. Adapun uzur yang kedua
adalah karena lupa, namun lupa disini terbagi menjadi dua, yaitu jika
seseorang lupa melakukan shalat karena disibukkan dengan kesibukan
akhirat atau sesuatu karena Allah subhanahu wata’ala, seperti berdakwah
dan lainnya maka ia wajib mengqadha’ shalat dan tanpa mendapatkan dosa,
adapun seseorang yang lupa melakukan shalat disebabkan selain dari
hal-hal tersebut seperti nonton tv dan lainnya maka ia wajib mengqadha’
dan ia juga mendapatkan dosa. Adapun uzur yang ketiga adalah karena
jama’ (mengumpulkan 2 shalat dalam satu waktu) dalam perjalanan baik
taqdim atau ta’khir.
Adapun shalat yang dapat dijama’ adalah zhuhur dan asar, serta
maghrib dan isya’, dan terdapat 4 macam yaitu melakukan shalat zhuhur
dan asar jama’ taqdim (kedua shalat tersebut dilakukan di waktu zhuhur)
atau jama’ ta’khir (kedua shalat tersebut dilakukan di waktu asar), dan
melakukan shalat maghrib dan isya’ jama’ taqdim (kedua shalat tersebut
dilakukan di waktu maghrib), atau jama’ ta’khir (kedua shalat tersebut
dilakukan di waktu isya’). Maka seseorang yang memilikia uzur kemudian
ia menjama’ (mengumpulkan) dua shalat dalam satu waktu, misalnya ia
melakukan shalat zhuhur dan asar dengan jama’ taqdim maka ia akan
mengerjakan kedua shalata tersebut di waktu shalat zhuhur, sehingga di
waktu asar ia tidak lagi melakukan shalat asar, maka jama’ merupakan
salah satu uzur daripada shalat boleh ditinggalkan. Dan uzur yang
keempat adalah karena ikraah ; paksaan untuk meninggalkan shalat ,
misalnya jika seseorang melakukan shalat maka ia akan dibunuh, maka
dalam keadaan seperti ini terdapat pilihan untuk orang tersebut dan jika
ia memilih untuk meninggalkan shalat maka hal tersebut diperbolehkan
baginya dan ia wajib mengqadha’nya, dan ia pun boleh memilih untuk tetap
melakukan shalat meskipun harus dibunuh, dan jika ia terbunuh maka ia
telah mati syahid sebab ia meninggal karena membela shalat. Demikian
penjelasan ringkas tentang uzur-uzur dari meninggalkan shalat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Selanjutnya kita beralih pada
penjelasan makna hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
telah kita baca, hadits tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam diberi oleh Allah subhanahu wata’ala 5 hal
yang mana tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelum beliau shallallahu
‘alaihi wasallam,
pertama Allah memberi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ketakutan
para musuh dari jarak satu bulan, yaitu para musuh merasa takut dan
gentar terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meskipun beliau
masih berada di jarak yang sangat jauh.
Kedua, Allah menjadikan semua permukaan bumi suci dan boleh
digunakan untuk melakukan shalat kecuali tempat-tempat yang najis maka
dimanapun seseorang telah mendapati telah masuk waktu shalat maka
lakukanlah shalat.
Ketiga, Allah subhanahu wata’ala menghalalkan bagi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi dan ummatnya untuk mengambil ghanimah, yaitu harta
rampasan perang seperti pedang-pedang, perisai dan lainnya, dimana
dahulu ketika orang-orang akan pergi berperang maka mereka membawa semua
harta dan barang-barang berharga yang mereka miliki sebagai penyemangat
agar mereka berusaha untuk menang, karena jika mereka kalah maka
harta-harta mereka pun akan hilang.
Keempat, bahwa setiap nabi terdahulu diutus kepada ummatnya saja,
sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk semua
manusia, dan kelima beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diberi hak
syafaat oleh Allah subhanahu wata’ala.
Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa kelak ketika shiraat ;
jembatan dibentangkan diantara gelombang api neraka jahannam, maka yang
pertama kali akan melintasinya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para ummatnya, dan di saat itu kail-kail besi yang berasal
dari neraka jahannam akan mengait para pendosa untuk dilemparkan dan
masuk ke jurang api neraka hingga mereka dimaafkan oleh Allah subhanahu
wata’ala, jika Allah memaafkan mereka maka Allah akan memberikan cahaya
syafaat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam memberi syafaat kepada mereka, satu-satunya
makhluk yang diberi hak syafat oleh Allah adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Maka bagaimana kelak keadaan orang-orang yang
membenci kata-kata sayyidina untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam?!, di saat itu siapakah yang akan menjadi sayyid (pemimpin)
mereka?!, dimana makna sayyid adalah pemimpin, sebagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Al Bukhari :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ
“ Aku adalah sayyid (pemimpin) keturunan anak Adam” Bahkan beliaulah
yang menamkan dirinya sebagai sayyid, maka kelak di akhirat dalam
keadaan yang sangat dahsyat kemana mereka berlindung dan siapa yang akan
mereka jadikan pemimpin, sebab ketika di dunia mereka tidak rela
menjadikan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai sayyid
(pemimpin), semoga kelompok-kelompok itu segera diberi hidayah oleh
Allah subhanahu wata’ala. Demikian pembahasan tentang shalat dalam kitab
Ar Risalah Al Jami’ah dan penjelasan ringkas dari hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dembahasan selanjutnya tentang bab zakat
akan kita bahas pada majelis yang akan datang, insyaallah. Selanjutnya
ada pertanyaan muncul dari sebagian orang yang belum faham mengenai
waktu shalat, mereka berkata : “Darimana dasar atau dalil akan adanya
batasan-batasan waktu shalat, sedangkan hal demikian tidak ada di dalam
Al qur’an?”, Hal ini akan saya jawab dengan hadits yang diriwayatkan
dalam Shahih Muslim, dimana ketika malaikat Jibril melakukan shalat
dengan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan malaikat Jibril
menjadi imam untuk mengajari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam cara
melakukan. Maka malaikat Jibril mulai melakukan shalat subuh di awal
waktu, kemudian di hari kedua malaikat Jibril melakukan shalat Subuh di
akhir waktu, demikian juga yang diperbuat malaikat Jibril dengan waktu
shalat yang lainnya. Dan pembahasan selebihnya kita lanjutkan pada
majelis yang akan datang insyaallah.
Selanjutnya yang ingin saya sampaikan kepada para Jama’ah yang di
wilayah Cakung untuk berjuang lebih kuat lagi, Insyaallah saya siap
untuk selalu hadir di setiap undangan majelis. Dan saya mohon beribu
maaf terhadap majelis-majelis yang tidak sempat saya hadiri, namun
kedepan saya akan berusaha untuk selalu menghadiri majelis dan
Alhamdulilah kesehatan saya sudah memungkinkan untuk menghadiri semua
majelis, insyaallah.
Al Imam An Nawawi berkata dalam menukil hadits qudsi bahwa setiap
amal kebaikan akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat, maka ketika
kita hadir di satu majelis seperti halnya kita menghadiri 700 majelis,
namun sayangnya jadwal Majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
di bulan puasa justru semakin berkurang, terlebih lagi 3 atau 4 hari
sebelum lebaran. Maka untuk wilayah Cakung lebih giat dan semangat lagi,
karena wilayah Cakung dulu merupakan pusat jamaah MR, dimana yang
mengeluarkan fatwa disana ia adalah salah satu murid saya yang dulu saya
sempat mengisi kajian rutin disana, maka saya memberinya peringatan
dengan surat-surat dan fatwa-fatwa guru mulia agar ia merujuk kesana,
bukan merujuk kepada orang-orang yang anti maulid (kaum wahabi). Kita
bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Allah melimpahkan
rahmat dan kebahagiaan kepada kita semua, dan semoga semua kita yang
hadir di majelis ini tidak bangkit dan berdiri kecuali telah suci dari
dosa seperti bayi yang baru lahir, amin allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا
الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ
إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ
اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ
الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا
وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ
اْلأمِنِيْنَ.
|
|
|
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar